Kamis, 05 Maret 2015

Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa

Mata Kuliah              :   PTPS-A
Dosen                        : Ain khaer, SKM.,M.Kes

 "Laporan Praktikum Pengolahan Air Lindi Dengan Metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi Limbah TPA Tamangapa"
  
Oleh:
NURUL FAHMI
PO.71.4.221.13.2.038
             
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan dengan daya dukung lingkungan. Salah satunya adalah masalah pengolahan sampah, yaitu peningkatan kebutuhan lokasi pembuangan sampah.
Sanitary landfill adalah sistem pengelolaan sampah yang mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu yaitu jenis dan porositas tanah, dimana pada dasar cekungan dilapisi geotekstil untuk menahan peresapan lindi pada tanah serta dilengkapi dengan saluran lindi. TPA-TPA yang ada di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan sistem sanitary landfill dan kebanyakan masih menerapkan sistem open dumping, yaitu sampah ditumpuk menggunung tanpa ada lapisan geotekstil dan saluran lindi. Akibatnya adalah terjadi pencemaran air tanah dan udara di sekitar TPA (Widyatmoko dan Sintorini, 2002).
Demikian halnya dengan TPA Tamangapa Antang yang menerapkan sistem Open Dumping, walaupun pada awalnya TPA ini dirancang dengan metode Sanitary Landfill. Pembangunan TPA seharusnya mempertimbangkan aspek kondisi fisik TPA, jenis dan karakteristik sampah, kemampuan pendanaan, dan prasarana pendukungnya (Notoatmodjo, 2003). Tanpa mempertimbangkan aspek-aspek tersebut akan menimbulkan pencemaran lingkungan di sekitarnya, seperti terbentuknya rembesan lindi yang dapat mencemari air permukaan dan pencemaran tanah serta pencemaran air bawah tanah.
TPA Tamangapa yang berlokasi di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar merupakan satu-satunya TPA yang berada di kota ini. Layanan TPA Tamangapa mencakup seluruh sampah yang ada di dalam kota Makassar. Lahan TPA ini sangat dekat dengan daerah perumahan sehingga sering timbul keluhan dari penduduk setempat terkait dengan bau tak sedap yang berasal dari TPA. Terdapat pula beberapa pusat aktivitas dan perumahan seperti tempat ibadah dan sekolah, dan perkantoran yang berlokasi di sekitar 1 km dari lokasi. Semenjak tahun 2000, berbagai perumahan telah didirikan, seperti Perumahan Antang, Perumahan TNI Angkatan Laut, Perumahan Graha Janah, Perumahan Griya Tamangapa, dan Perumahan Taman Asri Indah yang berlokasi berdekatan dengan TPA Tamangapa. Terdapat dua buah rawa yang berdekatan dengan perumahan tersebut, yaitu Rawa Borong yang berlokasi di sebelah utara dan Rawa Mangara yang bertempat di sebelah tenggara. Air dari Rawa Mangara mengalir menuju Sungai Tallo dan air dari Rawa Borong mengalir menuju saluran air Borong (Bank Dunia, 2007).
Sampah yang dibuang di tempat ini terdiri dari sampah organik dan anorganik yang berasal dari pasar-pasar, rumah tangga, dan perkantoran. Hal ini menyebabkan sampah jenis ini lebih cepat membusuk dan menghasilkan polutan yang dapat mencemari air tanah. Sampah yang dibuang pada lokasi TPA akan mengalami pembusukan terutama pada sampah basah yang umumnya terdiri dari sampah organik, apalagi negara Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai iklim panas dan kelembaban tinggi. Hal ini merupakan faktor yang mempercepat terjadinya reaksi kimia, sehingga sampah lebih cepat membusuk. Air hasil pembusukan sampah disebut lindi (leachate). Air lindi tersusun atas zat-zat kimia, baik organik maupun anorganik yang bersifat akumulatif dan sejumlah bakteri patogen dan parasitik, sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika ada air hujan yang melewati timbunan sampah maka akan mempercepat proses masuknya lindi ke dalam tanah, sehingga hal ini dapat menimbulkan pencemaran air tanah.
       Dari gambaran permasalahan ini, sangat penting untuk melakukan kajian lebih lanjut tentang pencemaran lindi terhadap air tanah di TPA Tamangapa. Atas dasar inilah, kami melakukan praktikum yang berjudul: “pengolahan air lindi dengan metode kombinasi koagulasi, biofilter-anaerob, dan filtrasi limbah tpa tamangapa”.


B.  Tujuan umum:
Untuk mengetahui kualiatas air lindi sebelum dan sesudah pengolahan.
     Tujuan khusus:
a.       Untuk mengetahui penurunan kadar BOD pada pengolahan air lindi
b.      Untuk mengetahui penurunan kadar COD pada pengolahan air lindi
c.       Untuk mengetahui penurunan kadar TSS pada pengolahan air lindi
d.      Untuk mengetahui penurunan kadar NITRIT pada pengolahan air lindi.
C.  Mamfaat
a.       Agar dapat mengurangi terjadinya pencemaran tanah dengan cara melakukan pengolahan air lindi.
b.      Dapat dijadikan sebagai data  informasi bagi penelitian selanjutnya.
c.       Untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai ilmu teknik pengolahan air lindi dalam bidang kesehatan lingkungan



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   Pengertian air lindi
Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill.
Tchobanoglous (1993) menyatakan bahwa lindi (leachate) adalah cairan yang meresap melalui sampah yang mengandung unsur-unsur terlarut dan tersuspensi atau cairan yang melewati landfill dan bercampur serta tersuspensi dengan zat-zat atau materi yang ada dalam tempat penimbunan (landfill) tersebut. Cairan dalam landfill merupakan hasil dari dekomposisi sampah dan cairan yang masuk ke tempat pembuangan seperti aliran atau drainase permukaan, air hujan dan air tanah. Sedangkan menurut Darmasetiawan (2004), lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.
Masalah yang ada di Tempat Pembuangan  akhir (TPA) salah satunya adalah adanya lindi sampah. Lindi sering terkumpul pada pertengahan titik pada lahan urug. Lindi mengandung berbagai turunan senyawa kimia dari pelrutan sampah pada lahan urug dan hasil reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada lahan urug. Apabila penanganan dan pengolahan lindi sampah tidak dilakukan secara optimal, lindi sampah ini akan masuk ke dalam air tanah ataupun ikut terbawa dalam aliran permukaan. Upaya penanggulangan masalah ini dimulai dari tahap pemilihan lokasi, dan dilanjutkan sampai sarana TPA tersebut ditutup (Damanhuri, 1996).
B.  Metode pengambilan sampel lindi
Metode pengambilan sampel lindi (leachate) di ambil pada 2  lokasi pada bagian utara TPA sampah (AL1) dan di bagian selatan TPA sampah (AL2). Pengelompokan lokasi sampel di bagi menjadi 4(empat) lokasi. Lokasi pertama(L1)berjarak 1-125 meter dari TPA, L2 berjarak 125-250 meter,L3 berjarak 250-375 meter dan L4 berjarak 1 km dari TPA sebagai kontrol.pada masing-masing daerah sampel diambil 10 sampel kemudian dikomposit menjadi satu dan jumlah sampel yang dianalisa sebanyak 4 sampel.
C.  Parameter kualitas air lindi
1.    Parameter fisika
a.    Suhu
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).
b.    TSS
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.
2.    Parameter kimia
a.    PH
Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5.
b.    BOD
Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 200 C selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5  perairan dapat dipengaruhi oleh suhu,densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.
Penentuan derajat pengenceran (P) sesuai dengan taksiran BOD seperti pada tabel berikut,
Jenis air baku
BOD5 perkiraan
(ml sampel yang harus diencerkan sampai menjadi 2 liter
Derajat pengenceran

Air ledeng, air sumur                0 – 8
Air Sungai                                 15
Air Sungai Tercemar                 30
                                                  60


1000
500
250
125

0,5
0,25
0,125
0,0625

Air Drainase tercemar              125
Air Buangan Penduduk            250
Riolering                                   500
Air Buangan Industri                1000
 (Indutri Organis)                      2000
                                                 4000
                                                  dst

60
30
15
8
4
2
dst

0,03
0,015
0,005
0,004
0,002
0,001
Dst
  Sumber: Sumestri Santika, 1984
    Catatan : 2000/1000  = pengenceran 2x
                                            2000/500    = pengenceran 4x dst
c.    COD
COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable ) (Hariyadi, 2001).
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan.Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984). Perairan yang memiliki COD yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l dan bahkan pada limbah industri bisa mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP 1992 in Effendi, 2003).
d.    Nitrit
Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena itu, nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitrit sekitar 0.001 mg/L. kadar nitrit yang lebih dari 0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan.
 Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah.
D.  Pengertian sedimentasi
       Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media airangines, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin.
sedimentasi dapat dibedakan:
1.      sedimentasi air terjadi di sungai,
2.      sedimentasi angi biasanya disebut sedimentasi aeolis,
3.      sedimentasi gletser mengahasilkan drumlin,moraine,ketles,dan esker.
hasil dari sedimentasi ini dapat berupa batuan breksi dan batuan konglomerat yang terendapkan tidak jauh dari sumbernya, batu pasir yang terendapkan lebih jauh dari batu breksi dan batuan konglomerat, serta lempung yang terendapkan jauh dari sumbernya.
E.   Tinjauan tentang koagulasi
1.    Koagulasi
     Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :
a.    Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu: PH,Suhu,Alkalinitas,Kekeruhan, dan warna. Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah:
1)   Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima.
2)   PH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.
3)   Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu).
4)   Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Warna dimana zat organik.  
5)    Warna berindikasi kepada senyawa organik, bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai.
b.    Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
c.    Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu.
2.    Bahan campuran koagulan
a.    Kapur
Air kapur atau yang lebih dikenal dalam rumus kimia sebagai kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 adalah suatu campuran antara air dan senyawa kimia tak berwarna atau berupa bubuk putih CaO. Selain itu air kapur Ca(OH)2 juga dapat dihasilkan oleh campuran antara larutan kalsium klorida dan larutan natrium hidroksida.
Air kapur ini merupakan larutan yang memiliki tingkat kekuatan basa cukup kuat.Larutan ini dapat bereaksi dengan sangat baik dengan larutan asam juga dengan beberapa logam dengan bantuan air tentunya. Larutan ini akan menjadi berwarna cukup keruh jika dilewatkan dengan aliran gas karbon dioksida. Hal ini dapat dikarenakan jika air kapur ini diberi aliran gas karbon dioksida maka akan menghasilkan endapan kalsium karbonat yang menjadikan larutan air ini menjadi berwarna keruh.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, air kapur ini memiliki tingkat basa yang cukup kuat dengan PH 12-13. Bahan ini cukup sering digunakan untuk keperluan direct pulp capping. Direct pulp capping merupakan suatu perlindungan pada pulpa dalam keadaan yang masih cukup sehat dengan menggunakan bahan yang antiseptic atau sedative yang berguna untuk mempertahankan fungsi dan vitalitas dari pulpa.
Sifat bahan yang cukup alkali inilah yang cukup banyak memberikan kontribusi pada jaringan. Hal ini dapat dikarenakan sifat basa yang terkandung dalam air kapur Ca(OH)2 dan juga pelepasan ion kalsium akan bereaksi dengan jaringan sehingga menjadi cukup alkalis.
Secara umum kegunaan dari air kapur ini ada tiga yaitu :
1)   sebagai flocculant pada air, pengelolaan pada tanah yang memiliki keadaaan cukup asam serta sebagai salah satu bahan dalam pengolahan limbah.
2)   sebagai bahan alkali untuk menggantikan peran dari natrium hidroksida.
3)   sebagai reaktan atau pereaksi kimia. Reaktan atau pereaksi kimia adalah bahan yang dikonsumsi atau menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu.
Dalam hal ini, air kapur Ca(OH)2 seperti telah kita ketahui akan bereaksi cukup baik dengan bahan asam.
b.    Tawas
Tawas (Alum) adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu.Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium, juga sering dikenal dengan alum, mempunyai rumus formula yaitu K2SO4. Al2(SO4)3.24H2O.
Alum kalium merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air.
Tawas telah dikenal sebagai flocculator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Tawas sering sebagai penjernih air ,kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan.
Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts & Santika, 1984). Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid.Tawas sebagai koagulan di dalam pengolahan air maupun limbah. Sebagai koagulan alum sulfat sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi.
F.   Tinjauan tentang biofilter
1.    Biofilter
Biofilter dimana mikroorganisme tumbuh dan berkembang diatas suatu media, yang dapat terbuat dari plastik, kerikil, yang di dalam operasinya dapat tercelup sebagian atau seluruhnya, atau yang hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali), dengan membentuk lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut sehingga membentuk lapisan biofilm. Proses pengolahan air limbah dengan biofilter secara garis besar dapat dilakukan dalam kondisi aerob, anaerob atau kombinasi anaerob dan aerob.
 Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob dan aerob merupakan gabungan proses anaerob dan proses aerob. Proses operasi bofilter secara anaerob digunakan untuk air limbah dengan kandungan zat organik cukup tinggi, dan dari proses ini akan dihasilkan gas methana. Jika kadar COD limbah kurang dari 4000 mg/l seharusnya limbah tersebut diolah pada kondisi anaerob (Herlambang, dkk, 2002).
2.    Proses Biofilter
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi.
Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Biofilter yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm)(herlambang dan Marsidi, 2003).
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter aerobik, suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti aerasi samping, aerasi tengah, aerasi merata seluruh permukaan, aerasi eksternal aerasi dengan air lift pump dan aerasi dengan sistem mekanik. Sistem aerasi juga bergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan (Herlambang, dkk, 2002).
Metode biofilter yang terbuat dari bahan anorganik, ringan dan mempunyai luas permukaan spesifik yang tinggi. Semakin tinggi luas permukaan spesifiknya maka jumlah mikroorganisme yang dapat melekat juga semakin banyak.
3.    Kelebihan Biofilter
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada media biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organisme yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisinesi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikroorganisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya, maka efisiensi penurunan zat organiknya (BOD) semakin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini juga dapat mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solid, ammonium, dan phospor (Herlambang, dkk, 2002).
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E. Coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Biofilter sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi.
 Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. Teknologi ini jelas berbeda dengan activated sludge (lumpur aktif), yang merupakan teknologi yang paling sering dipakai pada pengolahan air limbah skala kecil. Pengolahan limbah dengan menggunakan lumpur aktif dipengarugi oleh beberapa jenis mikroba aerobik yang tersuspensi dalam cairan dengan dengan konsentrasi yang sangat tinggi, memerlukan aerasi akitf untuk menjamin mikrobanya tetap hidup.
Keadaan cairan harus dikontrol dengan ketat, biasanya dengan mengeluarkan lumpur aktif beberapa jam atau akan terjadi kejenuhan dalam sistem. Karakteristik inilah yang menyebabkan sistem tidak stabil, memerlukan input energi secara konstan serta perhatian penuh untuk menjaga parameter operasi tetap sesuai yang disyaratkan. Selain itu, proses ini tidak mampu menangani air limbah yang tidak uniform, lagipula tidak ada teori yang sesuai untuk proses ini kecuali bila dianggap sebagai proses steady-state. Karena tidak ada penghalang bagi aliran air sebelum keluar sistem, bila terjadi kegagalan operasi, efluen yang keluar akan langsung terpengaruh. Sekali terjadi kegagalan, lumpur aktif memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat kembali beroperasi normal.
Karaktersitik yang kontras dan tidak membutuhkan perhatian yang intensif kepada sistem inilah yang menyebabkan teknologi biofiltrasi lebih cocok untuk digunakan pada skala kecil, karena tidak membutuhkan perhatian yang intensif kepada sistem.
4.    Kriteria Pemilihan Media Biofilter
Media biofilter termasuk hal yang penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempel mikroorganisme, juga untuk mendapatkan unsur-unsur kehidupan yang dibutuhkannya seperti nutrien dan oksigen. Salah satu kunci penting untuk mendapatkan efluen yang maksimal adalah menggunakan media yang tepat. Media yang digunakan bisa berupa plastik (polivinil klorida), kerikil dan pecahan batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus dan tanah (Nurcahyani, 2006).
Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan anorganik. Seperti kerang- kerangan dan bioball yang berfungsi sebagai media untuk pertumbuhan mikroorganisme  pada tahapan biofilter anaerob.          .
 Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk paparan (plate) dan bentuk sarang tawon. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah, kerikil, batu marmer dan batu tembikar. Proses pengolahan dengan biofilter dilakukan pengkondisian limbah terlebih dahulu dimana sampai efluen yang berasal dari proses pengolahan mengalami kondisi tunak (steady state) dengan efisiensi penyisihan relatif konstan dengan toleransi 10%.
Valentis dan Lasavre (1990) dalam Herlambang (2002) menyatakan bahwa dalam memilih media biofilter ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a.    Prinsip-prinsip yang mengatur pelekatan (adhesi) bakteri pada permukaan media dan pembentukan biofilm.
b.    Parameter yang mengendalikan pengolahan limbah.
c.    Sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh paket media biofilter dalam reaktor biologi pada lingkungan spesifik dan sesuai dengan teknik aplikasinya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan media kerikil. Kerikil memiliki luas permukaan yang besar, dan bakteri dapat hidup dan melekat pada permukaannya. Selain itu, penyumbatan yang terjadi pada kerikil sangat kecil dan volume rongganya besar dibandingkan dengan media lain serta mudah didapat dan relatif lebih murah.
G.  Tinjauan tentang filtrasi
1.    Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak sempat diendapakan kedalam bak pengendap dengan mengalirkan air air itu melalui media porous. Untuk media filter bahan harus kuat,tahan lama,tidak mudah berubah mempunyai rongga udara sehingga mempunyai daya serap tinggi. Kecepatan proses penyaringan dipengaruhi oleh diameter mediakemampuan media filter untuk dapat dilalui cairan, porositas atau rongga media filter dan ketebalan media filter.
Fungsi dari proses filtrasi:
a.    Menghilangkan partikulat atau koloid yang tidak mengendap setelah dilakukan penggumpalam baik secara kimia maupun biologi
b.    Menurunkan padatan tersuspensi ,kekeruhan,BOD,COD, Fospor dan sebagainya
c.    Menghemat penggunaan karbon aktif.
2.    Media filtrasi
a.    Zeolit
Zeolit adalah salah satu penukar ion alami yang banyak tersedia. Misalnya, di Bayah, Kabupaten Lebak, zeolit sangat berlimpah berupa pecahan sisa batuan besar-besar yang diekspor. Kemampuan zeolit sebagai ion exchanger telah lama diketahui dan digunakan sebagai penghilang polutan kimia. Dalam air, zeolit juga ternyata mampu mengikat bakteri E. coli.
Zeolit banyak digunakan untuk berbagai aplikasi di industri diantaranya zeolit digunakan di industri minyak bumi sebagai ‘cracking’, di industri deterjen sebagai penukar ion, pelunak air sadah dan di industri pemurnian air, serta berbagai aplikasi lain.
Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang berbeda yaitu:
1)   struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan prismatic, contoh: natrolit,
2)   struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal platy atau tabular biasanya dengan basal cleavage baik, contoh: heulandit,
3)   struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama, contoh: kabasit.
Zeolit secara umum dibedakan dalam tipe yang calcic dan alkaliarich, dengan komposisi yang berbeda, berikut komposisi dan formula dari zeolit. Selain jenis zeolit alam, ada zeolit jenis lain yaitu zeolit sintetis. Zeolit sintetis dibuat dengan rekayasa yang sedemikian rupa sehingga mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam.
Zeolit sintetis sangat bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3.  kelompok zeolit sintetis:
a)    Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi tinggi karena efektif untuk  pemisahan dengan kapasitas besar. Volume porinya dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volume zeolit.
b)   Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3. Contoh zeolit sintetis jenis ini adalah zeolit omega.
c)   Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon.
b.    Karbon aktif
Karbon Aktif atau Arang Aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon berfungsi untuk menyerap zat kimia dan juga berperan dalam menghilangkan bau. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Karbon aktif dapat dibuat dari beberapa bahan baku, yaitu Batu Bara, arang kayu keras, arang batok kelapa, atau arang dari bahan lain. Beberapa bahan baku tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, dan masing-masing memiliki keunggulannya masing-masing yaitu :
1)      Karbon Aktif dari Batu Bara
Karbon aktif jenis ini memiliki tingkat kekerasan tinggi, sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai filter di dalam tangki bervolume ribuan liter.
2)        Karbon Aktif dari Kayu Keras
Karbon aktif dari bahan ini biasanya dibuat dalam bentuk powder. Metilen Biru karbon aktif dari kayu keras sangat tinggi yaitu bisa di atas 200. Sehingga, karbon aktif jenis ini banyak diaplikasikan di industri farmasi, penyedap makanan, pabrik gula, dan industri minyak goreng. Karena semakin tinggi metilen biru karbon aktif, maka daya serap warna organik juga semakin tinggi. Itulah beberapa karakteristik dari karbon aktif menurut bahan bakunya.















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Gambaran umum
 Letak Goegrafis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Makassar yang terletak di lokasi Tamangapa di dirikan pada tangal  1 Januari 1992 yang dikelolah oleh Dinas Keindahan Kota Makassar. Adapun luas lokasi adalah ± 14.3 Ha dengan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
1.    Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bangkala.
2.    Sebelah Timur berbatasan dengan RT 02.
3.    Sebelah Selatan  berbatasan dengan RW 05.
4.    Sebelah Barat  berbatasan dengan RT 03.
TPA Tamangapa merupakan tempat pembuangan sampah utama bagi penduduk kota Makassar.Sekitar 87% sampah di Makassar merupakan sampah organik dan sekitar 13% adalah sampah anorganik, seperti plastik dan kertas. Dengan perkiraan jumlah penduduk yang akan mencapai sekitar 1,5 juta jiwa di tahun 2007 dan 2,2 juta jiwa pada tahun 2015, dan rata-rata produksi sampah tiap orang sekitar 0.3 m3 per hari, diperkirakan akan dihasilkan total 4,500 m3 sampah tiap hari. Ini akan menjadi masalah yang serius apabila tidak terdapat rencana dan pengelolaan sampah padat perkotaan yang memadai.
Sebagian besar sampah perkotaan yang diolah di TPA berasal dari sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah perkantoran, dan sampah pusat perbelanjaan. Secara administratif, TPA ini berada di wilayah Tamangapa, Kecamatan Manggala. Lahan TPA berlokasi sangat dekat dengan daerah perumahan sehingga sering timbul keluhan dari penduduk setempat terkait dengan bau tak sedap yang berasal dari TPA, terutama pada saat musim hujan. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat, sebagian besar mengeluh soal bau tak sedap.
Terdapat beberapa pusat aktivitas dan perumahan seperti tempat ibadah dan sekolah, dan perkantoran yang berlokasi di sekitar 1 km dari lokasi proyek. Semenjak tahun 2000, berbagai perumahan telah didirikan, seperti Perumahan Antang, Perumahan TNI Angkatan Laut, Perumahan Graha Janah, Perumahan Griya Tamangapa, dan Perumahan Taman Asri Indah yang berlokasi berdekatan dengan TPA Tamangapa. Terdapat dua buah rawa yang berdekatan dengan perumahan tersebut, yaitu Rawa Borong yang berlokasi di sebelah utara dan Rawa Mangara yang bertempat di sebelah timur. Air dari Rawa Mangara mengalir menuju Sungai Tallo dan air dari Rawa Borong mengalir menuju saluran air Borong.       
B.  Jenis penelitian
 Adapun jenis penelitian ini adalah eksprimen bertujuan untuk mengetahui kadar penurunan BOD,COD,TSS dan Nitrit dengan menggunakan metode Kombinasi Koagulasi, Biofilter-Anaerob, dan Filtrasi.
C.  Waktu penelitian
1.    Pengambilan sampel
a.    Hari/tanggal              : Rabu,12 Oktober 2014
b.    Jam mulai-akhir         : 13.00-14.35 WITA
2.    Pengolahan air lindi
a.    Hari/tanggal              : Rabu- kamis,12 sampai 23 Oktober 2014
b.    Jam mulai-akhir         : 15.39-19.30 WITA
3.    Pemeriksaan sampel lindi
a.    Sebelum pengolahan
1)    Hari/tanggal        : Rabu-jum’at,12 sampai 16 Oktober 2014
2)   Jam mulai-akhir     : 14.35- 16.45 WITA
b.    Setelah pengolahan
1)    Hari/tanggal        : Jum’at-selasa,24 sampai 28 oktober 2014 
2)      Jam mulai-akhir   : 13.00-16.45 WITA
D.   Tempat
1.      Pengambilan sampel
Di ambil dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tamangapa kelurahan  Antang,kecematan Manggala,kota Makassar.
2.      Pengolahan air lindi
Dilakukan di bengkel (Work shop) Kampus Poltekkes Makassar jurusan  kesehatan lingkungan.
3.      Pemeriksaan sampel lindi
Dilakukan di laboratorium terapan air Kampus Poltekkes Makassar jurusan  kesehatan lingkungan.
E.   Prosedur pelaksanaan
1.    Tahap persiapan
a.    Pengolahan air lindi
1)   Alat:
a)    Bak koagulan,koagulasi,sedimentasi,biofilter,filtrasi  5 buah
b)   Bak penampung                                                          1 buah
c)    Meja                                                                            1 buah
d)   Botol BOD                                                                  2 buah
e)    Jeregen 20 liter                                                            7 buah
f)    pipa
g)   Filtermat
h)   Bioball
i)     Balok penyangga
2)   Bahan:
a)    Kapur              1 gram
b)   Tawas              12,5 gram
c)    Air lindi           60 liter
d)   Air limbah      
e)    zeolit
f)    Kerang
g)   Karbon aktif (arang aktif)
b.    BOD
1)   Alat :
a)    Botol Winkler                                     4 buah
b)    Pipet ukur                                            4 buah
c)    Bulb                                                    1 buah
d)   Gelas ukur 1000 ml                             1 buah
e)    Buret + statip                                      1 buah
f)     Corong gelas                                       1 buah
g)    Spidol                                                  1 buah
h)    Gelas erlenmeyer 250 ml                     4 buah
i)      Inkubator atau BOD, suhu 200               1 unit
2)   Bahan
a)    Air lindi                                               4 ml
b)   MnSo4                                                 4 ml
c)    Pereaksi oksigen                                  4 ml
d)   H2SO4                                                  2 ml
e)    Amilum                                               4 ml
f)    Na2S2O3                                                              0,025 N
g)   Air pengencer

c.    COD
1)   Alat :
a)    pendingin tegak(kondesor)
b)   batu didih
c)    pembakar bunsen
d)   pipet ukur
2)   Bahan:
a)    larutan K2Cr2O7                               0,025 N
b)    Reagen H2SO4                                                 36 N
c)    FAS 0,1 N
d)   HgSO4
e)    Feroin
f)     Ag2SO4
d.   TSS
1)   Alat-alat
a)    Cawan gooch
b)    Filter kertas biasa atau filter fiber glass
c)    Bejana siap (suction Flask).
2)   Bahan-bahan
       Sampel air yang akan diperiksa.
e.    NITRIT
1)   Alat                                                                     
a)    Photometer                                                     
b)   Gelas ukur
c)    Lumping
2)   Bahan
 Sampel lindi yang akan diperiksa.
2.    Tahap pelaksanaan
a.    Gambar pengolahan lindi

     Keterangan gambar :
I      : Bak equalisasi lindi sebagai tempat untuk menampung lindi sebelum dilakukan   pengolahan
II    : Bak penampung koagulan sebagai tempat larutan tawas dan kapur sebagai koagulan
III   : Bak koagulasi lindi sebagai tempat pengolahan lindi dengan menggunakan koagulan
IV   : Bak sedimentasi
V     : Bak biofilter anaerob didalamnya tersusun atas:
a.    Bioball
b.    Filtermat
c.    Kerang
d.   filtermat
e.    Keranjang lumpur
VI    : Bak filtrasi didalamnya tersusun atas:
a.    Karbon
b.    Filtermat
c.    Zeolit
d.   filtermat
     VII    : Bak terahir merupakan bak penampungan hasil pengolahan lindi.
b.      Pelaksanaan Pengolahan air lindi
1)   pengambilan sampel air lindi di TPA tamangapa
   air lindi yang di ambil dari TPA tamangapa sebanyak 7 jeregen.  
2)   Perancangan alat untuk proses pengolahan dimana:
a)    Bak penampung air lindi disambungkan pipa dan kran.
b)   Siapkan 6 buah bak ukur volume bak secara keseluruhan dan  simpan diatas  meja. Di peroleh:
                       Volume bak keseluruhan =P x l x t
                                 =115 x 45 x 39
                                 = 201825 cm3 = 201.825 liter
3)   Pencucian bahan
     Cuci semua media yang ingin digunakan seperti karbon aktif,zeolit,kerang dan bioball hingga bersih.
4)   Penumbuhan bakteri
a)    Isi masing-masing media pada bak ,dimana bak (V) diisi filtermat,kerang,bioball dan pada bak (VI) di isi filtermat,zeolit,dan carbon aktif.
b)   Lalu pada bak (V) yang sudah di susun medianya di isi air limbah sebanyak 60% dan beri ruang sebanyak  40% ,disinilah proses awal untuk penumbuhan bakteri. Kemudian tutup dengan kaca bagian atas pada bak pastikan tidak ada ruang untuk masuknya udara. Karena proses  biofilter ini merupakan proses anaerob.
c)    Biarkan proses berlangsung setelah itu ukur PH dan suhu setiap hari pastikan dalam keadaan normal.
5)   Uji kebocoran alat
Masing-masing bak yang telah dirakit di uji kebocorannya dengan mengalirkan air,pastikan tidak terjadi kebocoran,
6)   Untuk proses pengaliran air lindi
a)    Atur kembali kecepatan aliran air lindi yaitu 1 liter/menit untuk bak (I) dan pada bak (II) atur kecepatan alirannya yaitu 250 ml/menit yang telah di isi campuran koagulan.
b)   ambil sampel air lindi sebelum diolah  ukur PH dan suhu,isi botol winkler hingga penuh untuk pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan parameter BOD,COD,TSS dan Nitrit.
c)    Isi bak (II)  dengan campuran tawas dan kapur yang mepunyai komposisi 12,5 gram tawas dan 1 gram kapur dalam setiap liter air.
d)   Mencampur sampel lindi dengan larutan campuran tawas-kapur pada bak (II) dengan perbandingan 1 liter campuran tawas-kapur untuk setiap 4 liter sampel lindi.
e)    Mulai mengisi air lindi pada bak (I) sebanyak 60 liter, air lindi mulai di alirkan dengan kecepatan aliran 1 liter/menit.
f)    Biarkan air lindi mengalir sesuai dengan kecepatan yang telah diatur kemudian tunggu sampai beberapa jam hingga bak filtrasi penuh,hitung waktu tinggal dan waktu kontak.
g)   apabila bak (VI) sudah  penuh biarkan air mengalir buka kran,  kemudian kran di tutup kembali,biarkan terjadi kontak selama 10 menit, lalu ambil sampel setelah pengolahan isi botol winkler  kemudian bawa sampel ke laboratorium.
3.    Tahap pengamatan/pemeriksaan
a.    BOD
1) Sampel Sebelum dan sesudah pengolahan
a)    Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
b)   Beri label pada botol winkler keterangan: AP1, AP2, dan APs1, APs2
c)    Masukkan air pengencer ke dalam gelas, ukur 1000 ml, campur atau tetesi air lindi sebanyak 4 ml, tuangkan kedalam botol winkler AP1 dan AP2 sampai penuh.
d)   Selanjutnya tuangkan air pengencer ke dalam gelas ukur 1000 ml, kemudian pindahkan ke dalam botol winkler APs1 dan APs2 hingga penuh.
e)    Masukkan botol winkler AP1 dan APs1 kedalam inkubator 200C.
f)    Ambil Pereaksi Oksigen dan MnSO4, tambahkan masing-masing 2 ml MnSO4 di botol winkler AP2 dan APs2, kemudian tambahkan masing-masing 2 ml Pereaksi Oksigen pada botol winkler AP2 dan APs2 terjaid perubahan warna dari jernih menjadi orange pekat kemudian kocok dengan membolak balikkan botol.
g)   Selanjutnya botol winkler AP2 dan APs2 di bawa asam tekan tombol ON,  angkat penutup lemari,  kemudian masing-masing botol ditambahkan 2 ml OH2SO4, kocok dengan membolak balikkan botol hingga endapan dalam botol terlarut hingga warna menjadi orange jernih.
h)   Pada botol AP2 masukkan/ tuangkan cairan kedalam gelas ukur sebanyak 200 ml pindahkan ke gelas erlemenyer sisa cairan APs2  di ukur tuangkan kefalam gelas ukur, baca berapa volume APs1  lalu masukkan kegelas Erlenmeyer APs1.
i)     Pada botol APs2 tuangkan cairan sebanyak 200 ml ke gelas ukur lalu pindahkan kegelas Erlenmeyer sisa cairan APs2 diukur tuangkan ke dalam gelas ukur baca berapa volume APs2 , lalu masukkan ke gelas Erlenmeyer APs2.
j)     Masukkan masing-masing 1 ml amilum ke dalam 4 gelas Erlenmeyer (AP2, APs2, dan APs2, APs2) terjadi perubahan warna dari orange jernih menjadi hitam pekat.
k)   Kemudian titrasi menggunakan Na2S2O3 0,025 N pada masing-masing 4 gelas Erlenmeyer sampai berubah warna hitam menjadi jernih hitung titrasi.
2)      Sampel sebelum dan sesudah pengolahan untuk BOD 5 hari pada suhu 200 C
a)    Ambil botol winkler AP1 dan APs1(sampel sebelum) serta AP2 dan APS2(sampel setelah) pengolahan air lindi yang pada inkubator 200C.Letakkan masing sampel diatas meja.
b)   Ambil Pereaksi Oksigen dan MnSO4, tambahkan masing-masing 2 ml MnSO4 pada botol sampel, kemudian tambahkan masing-masing 2 ml Pereaksi Oksigen pada botol sampel terjadi perubahan warna dari jernih menjadi orange pekat kemudian kocok dengan membolak balikkan botol.
c)    Selanjutnya botol sampel di bawa asam tekan tombol ON,  angkat penutup lemari,  kemudian masing-masing botol ditambahkan 2 ml OH2SO4, kocok dengan membolak balikkan botol hingga endapan dalam botol terlarut hingga warna menjadi orange jernih.
d)   Dilakukan pada masing-masing sampel sebelum dan setelah untuk botol AP masukkan/ tuangkan cairan kedalam gelas ukur sebanyak 200 ml pindahkan ke gelas erlemenyer sisa cairan APs  di ukur tuangkan kedalam gelas ukur, baca berapa volume APs  lalu masukkan kegelas Erlenmeyer APs.
e)    Pada botol AP tuangkan cairan sebanyak 200 ml ke gelas ukur lalu pindahkan kegelas Erlenmeyer sisa cairan APs diukur tuangkan ke dalam gelas ukur baca berapa volume APs , lalu masukkan ke gelas Erlenmeyer APs.
f)    Masukkan masing-masing pada sampel(sampel sebelum dan setelah) 1 ml amilum ke dalam 4 gelas Erlenmeyer (AP1, APsisa1, dan AP1, APsisa1) terjadi perubahan warna dari orange jernih menjadi hitam pekat.
g)   Kemudian titrasi menggunakan Na2S2O3 0,025 N pada masing-masing 4 gelas Erlenmeyer(sampel sebelum dan setelah) sampai berubah warna hitam menjadi jernih hitung titrasi.
b.    COD
Cara kerja COD sebelum dan setelah penyaringan
1.    siapkan tabung reaksi , satu untuk sampel dan satu untuk aquadest.
2.    tambahkan bahan HgSO4 sedikit  ke masing – masing tabung, selanjutnya.
3.    tambahkan masing- masing 2 ml air sampel ke tabung yang telah di siapkan begitu juga 2 ml aquadest ke tabung yang telah di siapkan .
4.    lalu tambahkan bahan k2Cr207. Sebanyak 2 ml ke masing – masing tabung .
5.    selanjutnya tambahkan H2SO4 sebanyak 3 ml ke masing- masing tabung,lalu tutup ke 2 tabung tersebut .
6.    terakhir masukan kea lat COD Reactor DBR 001.diamkan selama setengah jam.
7.    Setelah setengah jam kemudian pindahkan kedua cairan tersebut ke gelas Erlenmeyer sesuai tanda untuk sampel dan aquadest, lalu tambahkan 10 ml aquadest ke masing- masing gelas Erlenmeyer.
8.    Lalu tambahkan indikator feroin sebanyak satu tetes.
9.    Titrasi dengan FAS 0,1 N hingga hijau – biru menjadi coklat – merah .
COD :   awal – akhir   x 100 %
          Awal
        :   1152 - 756   x 100 % : 34 , 4 %
          1152
c.    TSS
1) Panaskan kertas filter didalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam
2) Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang berat kosong dari kertas filter tersebut dengan menggunakan neraca analitik.
3) Selanjutnya kertas filter yang sudah di timbang dimasukkan kedalam pompa vakum (alat penyaringan). Kemudian ambil 50 ml contoh air dan masukkan ke pompa vakum, lalu saring dengan sistem vakum(pompa).
4) Ketika contoh air yang ada di pompa vakum habis, ambil kembali kertas filternya lalu taruh di cawan gooch masukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 1 jam.
5) Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang kertas saring tersebut yang telah terisi dengan dengan padatan.
6) Setelah itu hitung persen penurunannya dengan menggabungkan hasil sebelum pengolahan dan setelah pengolahan.
d.   Nitrit
1)   Siapkan alat dan bahan
2)   Encerkan sampel pada air 100 ml
3)   Gerus tablet nitrit hingga halus menggunakan lumping
4)   Masukkan air sampel yang telah di encerkan ke dalam tabung sampel dan tambahkan genusan nitrit, kocok hingga rata dan diamkan 10 menit
5)   Nyalakan photometer
a)    Tekan power lalu pilih photo O24 nitrite Nitrogen
b)   Lalu tekan OK
c)    OK sampai muncul tulisan blangking
d)   Baru insert sampel
e)    Tunggu sampai reading
f)    Dan muncul hasil sampel.
4) Tahap Analisa
a)    BOD
Prinsip analisa BOD adalah Oksigen yang terkandung dalam air akan dioksidasi MnSO4  sehingga terjadi endapan MnO2 . Dengan penambahan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang ekivalen dengan oksigen terlarut dan ditambahkan H2SO4 sebagai katalis reaksi, Iodin yang dibebaskan tersebut di analisa dengan metode iodimetri dengan larutan standar thiosulpat.
b)   COD
     Zat organik dan anorganik dioksidasi dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan katalisator Ag2SO4 dan HgSO4. Kelebihan K2Cr2O7 dititrasi dengan ammonium ferosulfat dan indikator veroin sampai terbentuk warna coklat sebagai titik akhir.
c)    TSS
Bila zat padat dalam sampel dipisahkan dengan menggunakan kertas filter atau filter fiber glass (serabut kaca) dan kemudian zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan  pada suhu ±1050C, maka berat residu sesudah pengeringan adalah zat padat tersuspensi.
d)   Nitrit
Nitrit NO2 ditentukan secara kolorimetris dengan alat spektrofotometer. Pada Ph 2,0 sampai 2,5, nitrit berkaitan dengan hasil reaksi antara diazo asam sulfanilik dan N- (1-naftil)- etilendiamin  (yaitu, NED dihidroklorida, maka akan terbentuk celupan yang berwarna ungu kemerah-merahan. Warna tersebut mengikuti hukum Beer-Lambert dan menyerap sinar dengan panjang gelombang 543 nm. Metoda kolorimetris terdebut sangat peka, sehingga biasanya perlu pengenceran sampel. Selain itu metoda ini, tidak ada cara analisa lain yang dapat dianggap bersifat baku.











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa hasil laboratorium untuk kualitas air lindi di TPA tamangapa dilihat pada:
Tabel 1: Pemeriksaan kadar BOD,COD,TSS dan Nitrit dengan metode kombinasi koagulasi,biofilter-Anaerob dan filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit pada suhu 280 C, dengan volume 201.825 liter.
No
Parameter
Kadar
Keterangan
Sebelum Pengolahan
Setelah Pengolahan
1
BOD520
2046 mg/l
1878 mg/l
Tdk memenuhi Syarat
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
Tdk Memenuhi syarat
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
Memenuhi Syarat
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
Memenuhi Syarat

B.  Pembahasan
Tabel 1. Penurunan kadar BOD,COD,TSS dan Nitrit dengan metode kombinasi koagulasi,biofilter-Anaerob dan filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit pada suhu 280 C  dengan volume 201.825 liter.
.

NO

Parameter
Kadar
Penurunan
A-B
Persentase
%
Sebelum
(A)
Sesudah
(B)
1
BOD
2046 mg/l
1878 mg/l
2046-1878
8,21
2
COD
1152 mg/l
756 mg/l
396
34,37
3
TSS
0,032 mg/l
0,026 mg/l
0.006
18,75
4
Nitrit
0 mg/l
0 mg/l
0
0


Grafik 1. Penurunan kadar BOD,COD,TSS dan Nitrit dengan metode kombinasi koagulasi,biofilter-Anaerob dan filtrasi dengan waktu tinggal 270 menit pada suhu 280 C  dengan volume 201.825 liter.

       Berdasarkan tabel  Diatas menunjukan hasil analisis penurunan dari empat parameter yaitu BOD, COD, TSS dan Nitrit pada air lindi sebelum dan sesudah pengolahan di TPA Sampah tamangapa.
1.    BOD(Biological  Oxygen Demand)
.
Berdasarkan atas hasil uji laboratorium pada penelitian ini menujukkan bahwa pengolahan air lindi dengan metode kombinasi koagulasi, biofilter-anaerob, dan filtrasi   mampu menurunkan kadar BOD (Biological  Oxygen Demand)  namun hasil penurunannya belum efektif karena penurunnya belum mencapai 50% serta tidak memenuhi  syarat kualitas air limbah keputusan Mentri Negara KLH No.Kep-02/Men.KLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan dengan  nilai standar persyaratan  30 mg/l.
Penurunan kandungan BOD sebelum dan sesudah pengolahan menunjukkan kecenderungan perbedaan kandungan BOD sebelum dan sesudah pengolahan. Perbedaan kandungan BOD karena adanya pengolahan air lindi dengan bak biofilter berfungsi untuk menurunkan kandungan BOD.
2.    COD(chemical Oxygen Demand)
Berdasarkan atas hasil uji laboratorium pada penelitian ini menujjukkan belum efektif karena penurunnya belum mencapai 50% serta tidak memenuhi  syarat kualitas Keputusan Mentri Negara KLH No.Kep-02/Men.KLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan dengan nilai standar persyaratan  80 mg/l. Terjadi penurunan kadar COD dipengaruhi oleh tahap filtrasi,sebab fungsi dari proses pengaliran filtrasi yaitu untuk menurunkan kadar COD.
3.    TSS(total suspendent solid)
.
Berdasarkan atas hasil uji laboratorium pada penelitian ini menujjukkan bahwa pengolahan air lindi dengan metode kombinasi koagulasi, biofilter-anaerob, dan filtrasi   mampu menurunkan kadar TSS namun hasil penurunannya belum efektif karena penurunnya belum mencapai 50 % dan hasil pemeriksaan TSS telah memenuhi  syarat kualitas air limbah dengan  nilai standar persyaratan  20 mg/l.
Analisa pengaruh  penurunan TSS (total suspendent solid) dari pemeriksaan laboratorium hasil penurunannya tidak mencapai 50 % disebabkan karena pada waktu pemeriksaan di laboratorium.
4.        Nitrit
hasil dimana kandungan kadar sebelum dan sesudah perlakuan nilai kadar Nitrit 0 mg/l serta tidak terjadi penurunan kadar TSS.Namun memenuhi  syarat  Keputusan Mentri Negara KLH No.Kep-02/Men.KLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan yaitu 0 mg/l.
Tidak terjadi penurunan nitrit karena air lindi yang diolah tidak mengandung Nitrit. Dimana sebelum dan setelah pengolahan tidak terjadi penurunan karena Nitrit (NO2) mengalami bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi) sehingga nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.



BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari hasil penelitian proses pengolahan air lindi dapat disimpulkan bahwa:
1. penurunan kadar BOD diperoleh sebanyak 8,21 %.
2. penurunan kadar COD diperoleh sebanyak 34,47 %.
3. penurunan kadar TSS diperoleh sebanyak 18,75 %.
4. tidak terjadi penurunan kadar Nitrit diperoleh 0 %
B.  Saran
Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat diberikan yaitu:
Untuk mangidentifikasi dan mengetahui bagaimana penurunan air lindi sebelum dan sesudah pengolahan berdasarkan parameter fisik (TSS) dan parameter kimia (BOD, COD dan Nitrit). Agar dapat memberikan sumbangsi yang lebih bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat luas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar