Sabtu, 19 Desember 2015

MAKALAH PENYAKIT FILARIASIS

Mata Kuliah         : Penyakit Berbasis Lingkungan   
Dosen                   : Hj. Inayah,SKM.,M.Kes
 

MAKALAH
“PENYAKIT FILARIASIS”


NURUL FAHMI
PO.71.4.221.13.2.038


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2014

 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria ynag ditularkan melalui gigitan  berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anophele, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging disease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis ( Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul da sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020 ) yaitu program pengeliminasian filariasis secara masal. WHO sendiri telah menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di Indonesia sendiri, tela h melaksanakan eliminasi filariasis secara bertaha p dimulai pada tahun 2002  di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan olleh pemerintah semata, masyrakat juga harus ikut memberantas penyakit ini sebagai secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebarab filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya duharapkan program Indonesia Sehat Tahun2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.

B.  Tujuan
1.    Tujuan umum
             Untuk mengetahui bagaimana cara penularan filariasis hingga dapat menyebakan penyakit.
2.    Tujuan khusus
a.    Untuk mengetahui pengartian penyakit filariasis
b.    Untuk mengetahui transmisi penularan penyakit filariasis
c.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit filarisis
d.    Untuk mengetahui cara pengendalian penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan lingkungan.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian penyakit filariasis
       Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki – laki.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori ( Elmer R. Noble, 1989 ). Parasit filaria ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus hidup yang kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut mikrofilaria.
Pada Wuchereria Bancrofti, mikrofilarianya berukuran ± 250µ, cacing betina dewasa berukuran panjang 65 – 100 mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang ± 40 mm ( Juni Prianto L. A . dkk., 1999 ). Diujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir ( Oral stylet ), sedangkan pada Brugia Malayi dan Brugia Timori, mikrofilnya berukuran ± 280µ. Cacing dewasa jantan panjangnya 23 mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39 mm ( Juni Prianto L. A . dkk., 1999 ). Mikrofilnya dilindungi oleh suatu selubung transparan yang mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria sering terjadi pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula – granula flouresen yang peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler – kapiler paru – paru. Ketika tidak ada sinar matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini akan muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun.
Hospes cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki – laki lebih  mudah terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi ( eksposure ). Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia Malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda dan sapi.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria Bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex Quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria Bancrofti yang ada di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancroftiterutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh Anopheles subpictusBrugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.

B.   Gejala klinis penyakit filariasis
1.   Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat.
2.   Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3.   Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.

C.  Mekanisme penularan filariasis
       Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
       Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk. 
       Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan.
          Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.
         Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan. 
         Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini.

D.  Penyebab terjadinya penyakit filariasis

       Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
       Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
       Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.

E.   Usaha usaha penanganan penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan lingkungan
1.    Melakukan penyuluhan tentang pengenalan penyakit filariasis kepada masyarakat endemis penyakit ini.
2.    Yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis.
3.    Memberantas nyamuk yang dapat menularkan penyakit filariasis dengan cara 3M.
4.    Apabila telah tertularkan penyakit filariasis dapat dilakukan pengobatan secara rutin serta rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi. 































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.   Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk.
2.   Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum.
3.   Mekanisme penularan penyakit filariasis yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
4.   Penyebab terjadinya penyakit filarisis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk
5.   Usaha-usaha penanganan penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan lingkungan Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
B.  Saran

       Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. 
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI,Ditjen PPM & PL- Direktorat P2B2 Subdit Filariasis & Schistosomiasis, 2002, Pedoman Pengobatan Massal Penyakit Kaki Gajah (Filariasis), Jakarta.
www.google.com/filariasis-pdf.com (diakses pada kamis,11 Desember 2014)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar