A.
Kebudayaan Soppeng
1.
Kelelawar
Suasana kota Soppeng akan kelihatan
indah bilamana matahari melampai meninggalkan langit cerah dan ingin bergantian
dengan sang rembulan. Ribuan kalong yang ingin memulai aktifitas malamnya
berterbangan menutupi awan.
Mengenai kepercayaan Masyarakat kota Soppeng kalong-kalong tersebut diyakini datang dengan sendirinya dan masyarakat soppeng menganggap bahwa Kalong-kalong tersebut adalah penjaga kota Soppeng dan sebuah pertanda adanya Kejadian baik atau buruk yang datang melanda Kota Soppeng.
Fosil manusia purba di sulawesi selatan bertempat di soppeng. Situs-situs penemuan manusia purba ini pernah ditemukan di Gua Coddong Cita yang dimana gua tersebut penah dijadikan tempat berlindung manusia-manusia purba dari badai dan hujan.
Mengenai kepercayaan Masyarakat kota Soppeng kalong-kalong tersebut diyakini datang dengan sendirinya dan masyarakat soppeng menganggap bahwa Kalong-kalong tersebut adalah penjaga kota Soppeng dan sebuah pertanda adanya Kejadian baik atau buruk yang datang melanda Kota Soppeng.
Fosil manusia purba di sulawesi selatan bertempat di soppeng. Situs-situs penemuan manusia purba ini pernah ditemukan di Gua Coddong Cita yang dimana gua tersebut penah dijadikan tempat berlindung manusia-manusia purba dari badai dan hujan.
2.
Rumah Adat Bugis SAO MARIO Icon Wisata
Budaya Soppeng
Budaya di Kabupaten soppeng sangat terlihat dari rentetan rumah panggung yang memiliki tiang tinggi hingga bahasa keseharian mayarakatnya membuat Kebudayaan bugis itu sangat kental. Sekitar 40Km dari pusat kota soppeng atau kurang lebih 10Km dari objek wisata lejja sebuah area yang luas yang dipenuhi Rumah adapt dari berbagai daeng, Rumah adat Bugis, Rumah Adat makassar, Rumah Adat Toraja, Rumah Adat Mandar semuanya tertata rapi dalam area tersebut. Wisata SAO MARIO yang memanjakan kita kembali kepada jaman kerajaan di kabupaten soppeng. Rumah Adat SAO MARIO juga di jadikan sebagai Musium Kabupaten soppeng benda-benda kerajaan terkumpul disana sehingga masyarakat yang berkunjung dapat mengetahui bagaimana sejarah dan Kebudayaan kabupaten Soppeng.
Budaya di Kabupaten soppeng sangat terlihat dari rentetan rumah panggung yang memiliki tiang tinggi hingga bahasa keseharian mayarakatnya membuat Kebudayaan bugis itu sangat kental. Sekitar 40Km dari pusat kota soppeng atau kurang lebih 10Km dari objek wisata lejja sebuah area yang luas yang dipenuhi Rumah adapt dari berbagai daeng, Rumah adat Bugis, Rumah Adat makassar, Rumah Adat Toraja, Rumah Adat Mandar semuanya tertata rapi dalam area tersebut. Wisata SAO MARIO yang memanjakan kita kembali kepada jaman kerajaan di kabupaten soppeng. Rumah Adat SAO MARIO juga di jadikan sebagai Musium Kabupaten soppeng benda-benda kerajaan terkumpul disana sehingga masyarakat yang berkunjung dapat mengetahui bagaimana sejarah dan Kebudayaan kabupaten Soppeng.
B.
Kebudayaan Wajo
1. Danau tempe
Danau
Tempe terletak di bagian Barat Kabupaten Wajo. Tepatnya di Kecamatan Tempe,
sekitar 7 km dari Kota Sengkang menuju tepi Sungai Walanae. Dari sungai ini,
perjalanan ke Dananu Tempe dapat ditempuh sekitar 30 menit dengan menggunakan
perahu motor (katinting). Perkampungan nelayan bernuansa Bugis berjejer di
sepanjang tepi danau.
Nelayan yang menangkap ikan di tengah danau seluas
13.000 hektare itu dengan latar belakang rumah terapung, merupakan pemandangan
yang sangat menarik. Dari ketinggian, Danau Tempe tampak bagaikan sebuah baskom
raksasa yang diapit oleh tiga kabupaten yaitu Wajo, Soppeng, dan Sidrap.
Sambil bersantai di atas perahu, wisatawan dapat
menyaksikan terbitnya matahari di ufuk Timur pada pagi hari dan terbenam di
ufuk Barat pad sore hari. Di tengah danau, kita dapat menyaksikan beragam satwa
burung, bungan dan rumput air, serta burung Belibis (Lawase, bahasa Bugis)
menyambar ikan-ikan yang muncul di atas permukaan air. Danau Tempe memiliki
species ikan air tawar yang jarang ditemui ditempat lain.
Konon, dasar danau ini menyimpan sumber makanan ikan,
yang diperkirakan ada kaitannya letak danau yang berada di atas lempengan dua
benua, yaitu Australia dan Asia. Di waktu malam, wisatawan dapat menginap di
rumah terapung. Bersama nelayan, kita dapat menyaksikan rembulan di malam hari
yang menerangi Danau Tempe sambil memancing ikan. Sementara itu, para nelayan
menangkap ikan diiringi dengan musik tradisional yang dimainkan penduduk.
Tanggal 23 Agustus setiap tahunnya, merupakan kalender kegiatan pelaksanaan
festival laut di Danau Tempe.
Acara pesta ritual nelayan ini disebut Maccera
Tappareng atau upacara mensucikan danau dengan menggelar berbagai atraksi
wisata yang sangat menarik. Pada hari perayaan Festival Danau Tempe ini, semua
peserta upacara Maccera Tappareng Berpakai Baju Bodo (pakaian adat Orang
Bugis).
Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi
seperti lomba perahu tradisional, lomba perahu hias, lomba permainan rakyat
(lomba layangan tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo),
lomba menabuh lesung (padendang), pagelaran musik tradisional dan tari bissu
yang dimainkan oleh waria, dan berbagai pagelaran tradisional lainnya. Lomba
perahu dayung merupakan tradisi yang turun temurun dan terpelihara di kalangan
para nelayan. Sedangkan Maccera Tappareng merupakan bentuk kegiatan ritual yang
dilaksanakan di atas Danau Tempe oleh masyarakat yang berdomisili di pinggir
Danau Tempe, biasanya ditandai dengan pemotongan kurban/sapi yang dipimpin oleh
seorang ketua nelayan, dan serentetan acara lainnya.
2.
RUMAH ADAT ATAKKAE
Kawasan budaya Rumah Adat Atakkae terletak
di Kelurahan Atakkae, Kecamatan Tempe, di bangun tahun 1995 di pinggir Danau
Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur Kota Sengkang. Di dalam kawasan ini telah
dibangun puluhan duplikat rumah adat tradisional yang dihimpun dari berbagai
kecamatan, sehingga kawasan ini representatif sebagai tempat pelaksanaan
pameran.
Di sekitarnya terdapat bangunan sebagai tempat
menginap wisatawan, dekat dari danau. Hampir setiap tahunnya, kawasan budaya
ini ramai dikunjungi wisatawan, terutama saat digelar berbagai atraksi budaya
dan permainan rakyat.
Di dalam kawasan tersebut dibangun sebuah rumah adat
yang lebih besar yang dijuluki Saoraja – istana Tenribali, salah seorang matoa
Wajo. Rumah tersebut mempunyai tiang sebanyak 101 buah. Setiap tiang beratnya 2
ton, kayu ulin dari Kalimantan. Tiang itu didirikan dengan menggunakan alat
berat (eskavator). Lingkaran tiang rumah 1,45 m dengan garis tengah 0,45 m, dan
tinggi tiang dari tanah ke loteng 8,10 m. Bangunan rumah adat ini mempunyai
ukuran panjang 42,20 m, lebar 21 m, dan tinggi bubungan 15 m.
3. ATRAKSI PERNIKAHAN
Atraksi pernikahan dan ritual lainnya dapat
disaksikan, yaitu Mappacci, Mappanre Lebbe, dan Mappasilellung Botting.
Mappacci merupakan sejenis rangkaian proses dalam pesta perkawinan yang
dilaksanakan dengan meletakkan daun pacar (pacci) dari sanak keluarga kepada
tangan pengantin sebagai bentuk persucian diri. Mappasilellung Botting
dilaksanakan setelah malam usai pesta perkawinan, di mana pengantin pria selalu
mengejar pengantin wanitanya, sebagai upaya untuk saling mengakrapkan pengantin
.
4. DESA TOSARA
Obyek wisata ini terletak sekitar 16 km
di sebelah Timur Kota Sengkang. Tepatnya di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng.
Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan sepeda motor atau mobil. Tosora
adalah daerah bekas ibukota Kabupaten Wajo sekitar abad ke-17. Wilayah ini
dikelilingi 8 buah danau kecil. Banyak peninggalan sejarah dan kepurbakalaan
yang terdapat di sini, misalnya : makam raja-raja Wajo, bekas gudang amunisi kerajaan
(geddong), masjid kuno yang dibangun tahun 1621, dan makam yang bernisan
meriam. Disini juga terdapat sumur bung parani, tempat prajurit-prajurit tempo
dulu dimandikan sebelum terjun ke medan perang.
Banyak wisatawan yang sudah berkunjung ke sini.
Motivasi mereka braneka ragam. Di antara mereka, ada yang datang hanya untuk
melakukan ziarah. Sebagain yang lain datang untuk melepas hajat atau nazar, dan
ada juga yang mengadakan pengkajian sejarah.
5. GUA NIPPON
Gua Nippon terdapat di pegunungan
sebelah Timur Kota Sengkang. Lokasinya tak jauh dari Masjid Raya Sengkang.
Pengunjung dapat berjalan kaki menuju lokasi ini, terutama mereka yang senang
dengan petualangan.
Gua Nippon berupa terowongan yang dibuat oleh tentara
Jepang sebagai tempat persembunyian dan pertahanan pada Perang Dunia ke-2.
Jumlahnya tak kurang dari 10 buah, namun saat ini sebagian di antaranya sudah
tertutup tanah secara alami.
Di dalam gua itu terdapat ruangan yang sangat luas.
Masyarakat setempat meyakini bahwa gua itu sebagai tempat penyimpanan harta
karun yang ditinggalkan serdadu Jepang, dan pada masa perang dijadikan sebagai
basis pertahanan Asia Selatan.
Mulut gua rata-rata mempunyai garis tengah sekitar 1
meter. Bila pengunjung mau masuk ke dalam gua, mereka harus membungkuk atau
merangkak. Ada gua yang jalan masuknya berbeda dengan jalan untuk menuju ke
luar. Sebagian diantaranya, jalan masuk dan keluar ke gua tersebut hanya
merupakan satu jalur.
TATA CARA PERKAWINAN ADAT BONE
Adapun tahapan dari proses
perkawinan adat Bone secara umum dapat dibagi atas tiga tahapan, yaitu tahapan
pra nikah, nikah, dan tahapan setelah nikah. Selanjutnya untuk lebih jelasnya
pada bagian ini akan dijelaskan tahapan perkawinan secara berturut-turut.
1. Madduta Massuro / Lettu
1. Madduta Massuro / Lettu
Banyak tahapan pendahuluan yang
harus dilewati sebelum pesta perkawinan (Mappabotting) dilangsungkan. Jika
lelaki belum dijodohkan sejak kecil (atau sebelum dia lahir) maka keluatganya
akan mulai mencari-cari pasangan yang kira-kira dianggap sesuai untuknya. Bagi
kaum bangsawan, garis keturunan perempuan dan laki-laki akan diteliti secara
seksama untuk mengetahui apakah status kebangsawanan mereka sesuai atau tidak,
jagan sampai tingkatan pelamar lebih rendah dari tingkat perempuan yang akan
dilamar.
Madduta artinya meminang secara resmi, dahulu kala dilakukan beberapa kali, sampai ada kata sepakat, namun secara umum proses yang ditempuh sebelum meminang adalah sebagai berikut:
a. Mammanu’-manu
Madduta artinya meminang secara resmi, dahulu kala dilakukan beberapa kali, sampai ada kata sepakat, namun secara umum proses yang ditempuh sebelum meminang adalah sebagai berikut:
a. Mammanu’-manu
Mammanu’-manu’ bermakna seperti
burung yang terbang kesana kemari, untuk menyelidiki apakah ada gadis yang berkenan
di hati. Langkah pendahuluan ini biasanya ditugaskan kepada seseorang biasanya
kepada para paruh baya perempuan, yang akan melakukan kunjungan biasa kepada
keluarga perempuan untuk mencari tahu seluk beluknya, namun biasanya proses ini
sangat tersamar.
b.Mappettu Ada
Mappettu Ada yang baiasanya juga ditindak lanjuti dengan (mappasierekeng) atau menyimpulkan kembali kesepakatan-kesepakatan yang telah dibicarakan bersama pada proses sebelumnya. Ini sudah merupakan lamaran resmi dan biasanya disaksikan oleh keluarga dan kenalan.
Pada saat inilah akan dibicarakan
secara terbuka segala sesuatu terutama mengenai hal-hal yang prinsipil. Ini
sangat penting karena kemudian akan diambil kesepakatan atau mufakat bersama,
kemudian dikuatkan kembali keputusan tersebut (mappasierekeng). Pada kesempatan
ini diserahkan oleh pihak laki-laki pattenre’ ada atau passio (“pengikat”)
berupa cincin, beserta sejumlah benda simbolis lainnya, misalnya tebu, sebagai
simbol sesuatu yang manis, buah nangka (Panasa) yang mengibaratkan harapan
(minasa); dan lain sebagainya. Apabila waktu perkawinan akan dilaksanakan dalam
waktu singkat, maka passio ini diiringi passuro mita yang diserahkan setelah
pembicaraan telah disepakati.
Satu lembar bahan waju tokko
Satu lembar sarung sutera atau lipa’ sabbé, juga
disertai dengan;
Satu piring besar nasi ketan (sokko)
Satu mangkok besar palopo’ (air gula merah yang
dimasak dengan santan dan diberi telur ayam secukupnya)
Dua sisir pisang raja.
c. Aturan kedua pihak untuk persiapan
pelaksanaan perkawinan
1. Tanra esso akkalabinéngeng
2. Mappaisseng atau memberi kabar
3.Mattampa / Mappalettu selleng
4.Mappatettong sarapo/ Baruga
5.Mappacci / Tudampenni
d. Akad Nikah /akkalabinengeng
Upacara akad
nikah juga memiliki beberapa rangkaian acara yang secara beruntun.
e. Upacara Sesudah Akad Nikah
1. Mapparola
Acara ini
merupakan juga prosesi penting dalam rangkaian perkawinan adat Bone, yaitu
kunjungan balasan dari pihak perempuan kepada pihak lak-laki.
1. Marola wekka
dua
Pada marola wekka dua ini, mempelai
perempuan biasanya hanya bermalam satu malam saja dan sebelum matahari terbit
kedua mempelai kembali ke rumah mempelai perempuan.
3. Ziarah kubur
Meskipun banyak pihak mengatakan bahwa ziarah kubur
bukanlah merupakan rangaian dalam upacara perkawinan adat Bone namun sampai
saat ini kegiatan tersebut masih sangat sering dilakukan karena merupakan
tradisi atau adat kebiasaan bagi masyarakat Bone, yaitu lima harai atau
seminggu setelah kedua belah pihak melaksanakan upacara perkawinan.
4. Cemmé-cemmé atau mandi-mandi
4. Cemmé-cemmé atau mandi-mandi
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bone bahwa
setelah upacara perkawinan yang banyak menguras tenaga dan pemikiran maka
rombongan dari kedua belah pihak pergi mandi-mandi di suatu tempat.
D. Kebudayaan Toraja
Kebudayaan Suku Toraja adalah suku
yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian
dataran Luwu dan Sulawesi Barat.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh
suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah
ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di
negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang
yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat". Ada juga
versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya
(besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan
tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat
pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Wilayah Tana Toraja juga digelar
Tondok Lilina Lapongan Bulan Tana Matari allo arti harfiahnya adalah
"Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari". Wilayah ini dihuni
oleh etnis Toraja.
1. Makale, Ibu kota Tana Toraja.
Pada asal mulanya Makale berasal
dari kata Makale menurut kata orang, penduduk yang hidup di Makale senantiasa
bangun pada waktu matahari belum terbit (Makale) oleh karena leluhur mereka
mempercayai bahwa orang yang bangun mendahului matahari terbit (Makale) selalu
mendapat keberuntungan atau rezeki. Tetapi karena perubahan ucapan kata maka
Makale. Makale adalah pusat pemerintahan dan juga terkenal sebagai kota tenang
dan damai. Di tengah-tengah kota Makale terdapat sebuah kolam yang airnya
jernih dan penuh berisi dengan bermacam jenis ikan. Kolamnya di sebut kolam
Makale.
Bukit-bukit yang terjal dari kota
dimahkotai oleh puncak menara gereja, sembari kaki lembah didominasi oleh
bangunan pemerintah yang baru. Banyak di antaranya mengambil tipe bangunan
rumah tradisional Toraja arsitektur yang penuh dengan ukiran dan atap yang
melengkung. Kota merupakan daerah yang tepat menghubungkan dengan daerah Toraja
barat, sekitar Londa, Suaya dan Sangalla. Pada saat pasar kota ini merupakan
pusat aktivitas karena rakyat dari jauh datang dengan hasil produksinya berupa
binatang, kerajinan tangan tikar, keranjang dan kerajinan buatan lokal.
Suku Toraja masih terikat oleh adat
istiadat dan kepercayaan nenek moyang. Kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja
yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk
sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan
Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda.
Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk, yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat.
Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk, yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat.
Agar jiwa orang yang ’bepergian’ itu
tidak tersesat, tetapi sampai ke tujuan, upacara yang dilakukan harus sesuai
aluk dan mengingat pamali. Ini yang disebut sangka’ atau darma, yakni mengikuti
aturan yang sebenarnya. Kalau ada yang salah atau biasa dikatakan salah aluk
(tomma’ liong-liong), jiwa orang yang ’bepergian’ itu akan tersendat menuju
siruga (surga)," kata Tato’ Denna’, salah satu tokoh adat setempat, yang
dalam stratifikasi penganut kepercayaan Aluk Todolo mendapat sebutan Ne’ Sando.
Selama orang yang meninggal dunia
itu belum diupacarakan, ia akan menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh
yang merupakan penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini
mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari
keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap
akan memperhatikan dari dekat kehidupan keturunannya.
Oleh karena itu, upacara kematian
menjadi penting dan semua aluk yang berkaitan dengan kematian sedapat mungkin
harus dijalankan sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan kapan dan di mana jenazah
dimakamkan, pihak keluarga harus berkumpul semua, hewan korban pun harus
disiapkan sesuai ketentuan. Pelaksanaannya pun harus dilangsungkan sebaik
mungkin agar kegiatan tersebut dapat diterima sebagai upacara persembahan bagi
tomebali puang mereka agar bisa mencapai puyo alias surga.
Kebudayaan
Suku Toraja
Bisa
dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan
kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan
membekali jiwa yang akan bepergian itu dengan pemotongan hewan-biasanya berupa
kerbau dan babi sebanyak mungkin. Sesuai status sosial atau kedudukan orang
yang meninggal.Semakin tinggi status social orang tersebut, maka kerbau belang
atau babi yang dipotong semakin banyak. Harga kerbau mulai dari 40 juta rupiah
sampai 100 juta rupiah. Seseorang meninggal akan dibuat upacara adat setelah
menunggu dua sampai tiga tahun sampai terkumpulnya biaya upacara kematian. Para
penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang ikut
dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang
meninggal dunia tadi menuju ke puyo. Sehingga biaya untuk pemakaman lebih mahal
dari pada biaya pernikahan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
2.
Kebudayaan Suku Toraja
Kepercayaan
pada Aluk Todolo pada hakikatnya berintikan pada dua hal, yaitu padangan
terhadap kosmos dan kesetiaan pada leluhur nenek moyang. Masing-masing memiliki
fungsi dan pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi kesalahan
dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti dalam hal "mengurus dan
merawat" arwah para leluhur, bencana pun tak dapat dihindari.
3.
Kebudayaan Suku
Toraja
Berbagai
bentuk tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para penganut
kepercayaan Aluk Todolo-termasuk ritus upacara kematian adat Tana Toraja yang
sangat dikenal luas itu-kini pun masih bisa disaksikan. Meski terjadi perubahan
di sana-sini, kebiasaan itu kini tak hanya dijalankan oleh para pemeluk Aluk
Todolo, masyarakat Tana Toraja yang sudah beragama Kristen dan Katolik pun
umumnya masih melaksanakannya. Sehingga menjadi suatu tugas para hamba Tuhan
untuk memberitakan injil yang sesuai dengan budaya setempat yang tidak
bertentangan dengan prinsip Alkitab. Bagi anak Tuhan di Tana Toraja terjadi
suatu dilema dalam memilih nilai tradisi atau prinsip Firman Tuhan. Bila
terjadi perbedaan prinsip budaya lokal dan Firman Tuhan maka Firman Tuhan harus
menjadi prioritas diatas budaya atau adat istiadat. Karena Tuhan adalah diatas
semua pencipta kehidupan. Karena Tuhan Yesus melampaui Hukum Taurat dan Tradisi
Yahudi pada jaman perjanjian baru.
4.
Pesta Adat Mindio Saluran Tallu
Warga
masyarakat Desa Pundilemo, khususnya Ba’ka menggelar ritual adat, “Mindio
Saluran Tallu”. Artinya, Mandi di Saluran Air yang terbuat dari tiga batang
bambu, Selasa (24/2). Ritual kebudayaan ini dihadiri langsung Bupati Enrekang,
Ir. Haji La Tinro La Tunrung, camat Cendana, Kepala Bidang Pariwisata dan unsur
muspika. Menurut tokoh adat di desa tersebut, ritual semacam ini digelar sekali
setahun, yang pelaksanaannya bertepatan hari Selasa akhir pada bulan bulan
Safar (bulan Islam). “Acara ini hanya digelar pada setiap hari selasa akhir
pada bulan Safar,” kata tokoh adat tersebut.
Sementara,
Bupati pada kesempatan itu sangat mengharapkan, agar kelestarian adat istiadat
seperti ini tetap dijaga. “Bangsa yang maju ditentukan dengan kebudayaannya
yang tetap terjaga kelestariannya,” jelas Bupati.
Pada
prosesi adat Mindio Saluran Tallu itu, dimulai dengan Masajo (pembacaan
puisi-puisi yang isinya berupa pesan-pesan leluhur”, Menciprakan air yang
diambil dari air saluran bambu yang terdiri dari tiga buah, kemudian acara
mindio atau mandi di saluran bamboo tersebut.
Pada acara terakhir ini, Bupati Enrekang bersama para undangan melakukan prosesi mindio. Dilanjutkan masyarakat yang hadir. Selain mandi, masyarakat juga mengambil air dari saluran bambu itu, karena dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain pesta adat Mindio Saluran Tallu, Dusun Ba’ka juga memiliki gua yang didalamnya tersimpan berbagai macam peninggalan tentara Belanda. Ada mimbar yang terbuat dari batu, dan tengkorak manusia. Bahkan, disebelah goa tersebut, ada makam leluhur yang menyerupai Mumi.
Pada acara terakhir ini, Bupati Enrekang bersama para undangan melakukan prosesi mindio. Dilanjutkan masyarakat yang hadir. Selain mandi, masyarakat juga mengambil air dari saluran bambu itu, karena dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain pesta adat Mindio Saluran Tallu, Dusun Ba’ka juga memiliki gua yang didalamnya tersimpan berbagai macam peninggalan tentara Belanda. Ada mimbar yang terbuat dari batu, dan tengkorak manusia. Bahkan, disebelah goa tersebut, ada makam leluhur yang menyerupai Mumi.
C.Kebudayaan
Enrekang
MACCERANG
MANURUNG DI KALUPPINI KECAMATAN ENREKANG
Maccerang
Manurung adalah salah satu tradisi budaya yang ada di Kabupaten Enrekang.
Perhelatan budaya ini diadakan sekali dalam 8 tahun di Desa Kaluppini Kec. Enrekang
sekitar 9 km dari Ibukota Kabupaten. Maccerang Manurung banyak dikunjungi orang
bukan hanya pengunjung lokal tetapi juga dari luar propinsi bahkan perantau
yang pulang dari Malaysia.
Maccerang Manurung dilaksanakan dengan maksud memohon keselamatan dan rezeki dalam menjalani kehidupan sekarang dan masa yang akan dating. Dalam penyelenggaraan Maccerang Manurung ini ada beberapa ritual atau prosesi yang harus dilalui antara lain :
1. MAPPABANGUN TANA
Dilakukan di Datte – Datte untuk menghadapi 8 tahun ke depan dengan harapan selamat sentausa menempuh kehidupan yang akan dating supaya rezeki lebih melimpah dari apa yang sudah dilalui :
Urutan Pemangku Adat :
Maccerang Manurung dilaksanakan dengan maksud memohon keselamatan dan rezeki dalam menjalani kehidupan sekarang dan masa yang akan dating. Dalam penyelenggaraan Maccerang Manurung ini ada beberapa ritual atau prosesi yang harus dilalui antara lain :
1. MAPPABANGUN TANA
Dilakukan di Datte – Datte untuk menghadapi 8 tahun ke depan dengan harapan selamat sentausa menempuh kehidupan yang akan dating supaya rezeki lebih melimpah dari apa yang sudah dilalui :
Urutan Pemangku Adat :
v Tomatua
v Ada’
v Tomakaka
v Bilala
v Katte’
v Indo
Guru (Imam)
Hasil Musyawarah
Pemangku Adat :
Dipasilatui
to taun dibokoi, dipeta’daisi barakka’na to taun diloloi, dipadape dipaliwanni
to mane diloloi, lapeta’dai to kulle lapeta’dai to dalle’, masapau
masagau.Kemudian beras dibuat peong.
2.
MACCE’ DO MANYANG
Tuak manis yang ada di dalam teko (bamboo) disirakan ke daun pisang sedikit, dan sisanya diminum. Bacaannya sama dengan bacaan ketima ma’jaga (3 bulan).
3. MA’JAGA BULAN ( 3 bulan lamanya )
Dimulai 3 bulan sebelum Maccerang Manurung, setiap hari jumat sampai 3 bulan sappe bulan (melihat tanggal berdasarkan penghilatan bintang di langit). Tujuannya (dibaca pada saat ma’jaga) :
“ Kela Malaga – lagai (pelambe), peta’dai to kulle’ peta’dai to kamalagaran, keleppanganna to disesa, kebakkaranna to barang apa kamalagaranna to taun, kemeloronganna to belajen, kemeccollitanna to daun kaju, membunbun mennissi jiong, turuppa to membua jao, kaissipa to salu, bakkapa to barang apa sitambenan baliba’tan, siloronganna to kaju bue, sisokkoan takin dale, sininna na rande tana, sininna na tongko’ langi’”
Tuak manis yang ada di dalam teko (bamboo) disirakan ke daun pisang sedikit, dan sisanya diminum. Bacaannya sama dengan bacaan ketima ma’jaga (3 bulan).
3. MA’JAGA BULAN ( 3 bulan lamanya )
Dimulai 3 bulan sebelum Maccerang Manurung, setiap hari jumat sampai 3 bulan sappe bulan (melihat tanggal berdasarkan penghilatan bintang di langit). Tujuannya (dibaca pada saat ma’jaga) :
“ Kela Malaga – lagai (pelambe), peta’dai to kulle’ peta’dai to kamalagaran, keleppanganna to disesa, kebakkaranna to barang apa kamalagaranna to taun, kemeloronganna to belajen, kemeccollitanna to daun kaju, membunbun mennissi jiong, turuppa to membua jao, kaissipa to salu, bakkapa to barang apa sitambenan baliba’tan, siloronganna to kaju bue, sisokkoan takin dale, sininna na rande tana, sininna na tongko’ langi’”
4.
MA’ PEONG Di BUBUN NASE
Bubun Nase berjarak 200m di lembah sebelum naik ke Datte – Datte.
Ada 4 sumur yaitu :
1. Bubun Nase (satu-satunya tempat ma’peong)
2. Bubun Kariango
3. Bubun Tumea
4. Bubun Kajao
Antara sumur yang satu dengan sumur yang lain berjarak ratusan meter. Bacaannya :
“Ku peta’dai barakka’na salama dipugaukki tijio meccerang manurung. “ Ma’ peong dilakukan pada hari jumat pagi ketika maccerang manurung.
5. MASSO’ Di GANDANG
Setelah shalat jumat, perangkat pelaku adat berangkat dari mesjid ke sapo menuju lapangan Datte-Datte di pelataran mesjid. Setelah itu gandang dikeluarkan dari dalam mesjid untuk dijemur sebentar di atas batu, sehabis shalat jumat barulah gandang diangkat dan digantung oleh Pande Gandang.
Ayam bolong diawa dari sapo, ayam Paso mane disembelih oleh Paso di atas gandang. Setelah disembelih, gandang diso,di (pemukulan 1 gendang) sebagai tanda peresmian pembukaan acara maccerang amnurung.
Gandang Juma’ 3 x , Gandang diji’jo, Baramba Parindi’, Lomba, Buttu Beke dan Gandang Siala. Setelah itu bubar.
6. LIANG WAI
Pada hari minggu pagi Liang Wai dibuka. Diadakan acara Ma’ Peong di lapangan Liang dengan menyembelih satu ekor ayam hitam.
7. SIPALLOLONGAN / TUDANG ADA’ ( Pada Malam Senin )
Para pemangku adat turun dikolong rumah adat ( sullung ) untuk makkelong osong sekitar jam 12 malam. Setelah itu botting ada’ laki-laki ( semua pemangku adat beserta istrinya ) dengan menggunakan baju adat dan baju tokko, selanjutnya menuju Datte – Datte untuk sSumajo.
Bubun Nase berjarak 200m di lembah sebelum naik ke Datte – Datte.
Ada 4 sumur yaitu :
1. Bubun Nase (satu-satunya tempat ma’peong)
2. Bubun Kariango
3. Bubun Tumea
4. Bubun Kajao
Antara sumur yang satu dengan sumur yang lain berjarak ratusan meter. Bacaannya :
“Ku peta’dai barakka’na salama dipugaukki tijio meccerang manurung. “ Ma’ peong dilakukan pada hari jumat pagi ketika maccerang manurung.
5. MASSO’ Di GANDANG
Setelah shalat jumat, perangkat pelaku adat berangkat dari mesjid ke sapo menuju lapangan Datte-Datte di pelataran mesjid. Setelah itu gandang dikeluarkan dari dalam mesjid untuk dijemur sebentar di atas batu, sehabis shalat jumat barulah gandang diangkat dan digantung oleh Pande Gandang.
Ayam bolong diawa dari sapo, ayam Paso mane disembelih oleh Paso di atas gandang. Setelah disembelih, gandang diso,di (pemukulan 1 gendang) sebagai tanda peresmian pembukaan acara maccerang amnurung.
Gandang Juma’ 3 x , Gandang diji’jo, Baramba Parindi’, Lomba, Buttu Beke dan Gandang Siala. Setelah itu bubar.
6. LIANG WAI
Pada hari minggu pagi Liang Wai dibuka. Diadakan acara Ma’ Peong di lapangan Liang dengan menyembelih satu ekor ayam hitam.
7. SIPALLOLONGAN / TUDANG ADA’ ( Pada Malam Senin )
Para pemangku adat turun dikolong rumah adat ( sullung ) untuk makkelong osong sekitar jam 12 malam. Setelah itu botting ada’ laki-laki ( semua pemangku adat beserta istrinya ) dengan menggunakan baju adat dan baju tokko, selanjutnya menuju Datte – Datte untuk sSumajo.
8. MATALUNNA
3 hari setelah hari senin ( hari terakhir acara Maccera Manurung ) yakni hari kamis (berdasarkan kelender tahun 2006 pada saat diadakan Pesta Adat Maccera Manurung 8 tahun) kepala kerbau (tedong peppalitan) dimasak yang biasa disebut ma’jaga puli bota atau penutup. Pada acara ini gendang dimasukkan kembali ke dalam mesjid, dan secara keseluruhan acara selesai.
10. MASSIMA’TANA
7 hari setelah hari senin (hari teakhir acara Maccera Manurung) atau senin berikutnya diadakana ma’peong di Palli.
Ada 9 keturunan langsung Tomanurung yaitu :
1. Torro di Palli
2. Torro di Timojong
3. Torro di Lalikan
4. Torro di Wajo
5. Inja di Bone
6. Inja Di Luwu
7. Inja di Mandar
8. Inja di Karasa
9. Inja di Malepong Bulan Tana Toraja
MAPPARATU TA’KA
Yaitu Maccerang Manurung yang dilaksanakan setiap tahun di liang dengan prosesi yang sama pada acara Maccera Manurung untuk 8 tahun. Pada hari minggu dilakukan prosesi untuk meminta obat ( meta’da’ pejappi ), tetapi untuk Maccera Manurung yang diadakan setiap tahun ( mammaratu ta’ka) dilakukan pada hari senin.
3 hari setelah hari senin ( hari terakhir acara Maccera Manurung ) yakni hari kamis (berdasarkan kelender tahun 2006 pada saat diadakan Pesta Adat Maccera Manurung 8 tahun) kepala kerbau (tedong peppalitan) dimasak yang biasa disebut ma’jaga puli bota atau penutup. Pada acara ini gendang dimasukkan kembali ke dalam mesjid, dan secara keseluruhan acara selesai.
10. MASSIMA’TANA
7 hari setelah hari senin (hari teakhir acara Maccera Manurung) atau senin berikutnya diadakana ma’peong di Palli.
Ada 9 keturunan langsung Tomanurung yaitu :
1. Torro di Palli
2. Torro di Timojong
3. Torro di Lalikan
4. Torro di Wajo
5. Inja di Bone
6. Inja Di Luwu
7. Inja di Mandar
8. Inja di Karasa
9. Inja di Malepong Bulan Tana Toraja
MAPPARATU TA’KA
Yaitu Maccerang Manurung yang dilaksanakan setiap tahun di liang dengan prosesi yang sama pada acara Maccera Manurung untuk 8 tahun. Pada hari minggu dilakukan prosesi untuk meminta obat ( meta’da’ pejappi ), tetapi untuk Maccera Manurung yang diadakan setiap tahun ( mammaratu ta’ka) dilakukan pada hari senin.
Pesta
adat Maccerang Manurung yang dilakukan setiap tahun ( tahun Bo’bo ) memiliki
rangkaian acara :
1. Massima’ Tana Ma’peong di Batu Battoa
2. Mapatarakka Banne di Datte – Datte
3. Meta’da wai di bulung (sebuah sumber mata air)
4. Ma’tunung ( Ma’peong ) di Batu Battoa
5. Meta’da Pejappi di Liang
6. Meta’da kasawean di batu Battoa di Kajao
7. Masalli’ Babangan
8. Mappammula Rangnganan
9. Mapparatu Ta’ka
SAPO BATTOA
Rumah Adat yang berdiri di belakang mesjid. Mempunyai 5 petak/lontang dan 33 tiang. Di atas rumah terdapat kandawari (stage) tempat raja, tambing (tempat Rakyat) dan pelataran bawah. Jadi ada 3 tingkatan. Rumah ini adalah tempat bermusyawarah apapun yang akan dilakukan di Desa Kaluppini. Tambing adalah tempat dalam sebuah rumah yang membedakan rumah adat ini dengan daerah lain di Sulawesi Selatan. Sapo Battoa mempunyai tempat tersendiri yang disebut Pa’nenean dengan tinggi 50 m, panjang 2 m dan lebar 3 m.
1. Massima’ Tana Ma’peong di Batu Battoa
2. Mapatarakka Banne di Datte – Datte
3. Meta’da wai di bulung (sebuah sumber mata air)
4. Ma’tunung ( Ma’peong ) di Batu Battoa
5. Meta’da Pejappi di Liang
6. Meta’da kasawean di batu Battoa di Kajao
7. Masalli’ Babangan
8. Mappammula Rangnganan
9. Mapparatu Ta’ka
SAPO BATTOA
Rumah Adat yang berdiri di belakang mesjid. Mempunyai 5 petak/lontang dan 33 tiang. Di atas rumah terdapat kandawari (stage) tempat raja, tambing (tempat Rakyat) dan pelataran bawah. Jadi ada 3 tingkatan. Rumah ini adalah tempat bermusyawarah apapun yang akan dilakukan di Desa Kaluppini. Tambing adalah tempat dalam sebuah rumah yang membedakan rumah adat ini dengan daerah lain di Sulawesi Selatan. Sapo Battoa mempunyai tempat tersendiri yang disebut Pa’nenean dengan tinggi 50 m, panjang 2 m dan lebar 3 m.
GANDANG
Gendang ini disimpan dalam mesjid. Nanti dikeluarkan bila ada acara Maccerang Manurung. Gendang dijemur dibatu ( menurut masyarakat setempat batu inia adalah tempat menghilangnya 9 bersaudara Tomanurung sehingga jumlah batunya pun Sembilan. Batu ini berada di sisi kanan mesjid. Gendang ini mempunyai pasak 42 kali 6 lingkaran, terbuat dari kayu cena’ duri dan kulit kerbau (belulang). Kulit kerbau ini diganti 1 x 8 tahun.
Gendang ini disimpan dalam mesjid. Nanti dikeluarkan bila ada acara Maccerang Manurung. Gendang dijemur dibatu ( menurut masyarakat setempat batu inia adalah tempat menghilangnya 9 bersaudara Tomanurung sehingga jumlah batunya pun Sembilan. Batu ini berada di sisi kanan mesjid. Gendang ini mempunyai pasak 42 kali 6 lingkaran, terbuat dari kayu cena’ duri dan kulit kerbau (belulang). Kulit kerbau ini diganti 1 x 8 tahun.
DATTE
– DATTE
Lokasi
date-datte sekitar 700 m dari jalan raya di atas gunung tempatnya di depan
mesjid. Lebarnya 14 m x panjang 14 m. tempat Masso’di Gandang 6 x 3 m. Dibawah
pohon beringin adalah tempat membagi makanan setelah dimasak pada hari
pelaksanaan Maccerang Manurung. 20 m setelah lokasi date- date (jalan menuju ke
mesjid) ditandai dengan batu besar adalah tempat yang menjadi batas lokasi di
mana orang yang tidak boleh merokok. 17 m di depan sapo (rumah adat) adalah
lokasi penyembelihan Tedong Peppalitan yang dikunjungi oleh ribuan orang untuk
melihat prosesi penyembelihan. Rumah adat dijaga oleh Saiba. Tedong Peppalitan
dimasak tanpa garam di sebuah tempat (rumah beratap) di depan Sapo Battoa.
Adapun yang menjadi pelaksana Maccerang Manurung adalah Tomakaka dan Paso. Di
samping lokasi Datte – Datte tersedia tempat duduk Sembilan bersaudara (batu
yang dikeramatkan) yang diberi janur kuning di atasnya dan pada saat Maccera
Manurung tidak boleh diduduki orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar