Mata Kuliah : Penyakit
Berbasis Lingkungan
Dosen : Hj. Inayah,SKM.,M.Kes
MAKALAH
“PENYAKIT FILARIASIS”
NURUL FAHMI
PO.71.4.221.13.2.038
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal
dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filaria ynag ditularkan melalui gigitan berbagai spesies
nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui
ada 23 spesies nyamuk dari genus Anophele, Culex, Mansonia, Aedes, dan
Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging
disease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan
sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah
dengan iklim sub tropis dan tropis ( Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia.
Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu
tidak muncul da sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di
seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun
2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231
Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis
6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah
menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020 ) yaitu program
pengeliminasian filariasis secara masal. WHO sendiri telah menyatakan
filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di Indonesia
sendiri, tela h melaksanakan eliminasi filariasis secara bertaha p dimulai pada
tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan
dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan
olleh pemerintah semata, masyrakat juga harus ikut memberantas penyakit ini
sebagai secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebarab filariasis dan
upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya duharapkan program Indonesia
Sehat Tahun2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi
filariasis.
B. Tujuan
1.
Tujuan
umum
Untuk
mengetahui bagaimana cara penularan filariasis hingga dapat menyebakan
penyakit.
2.
Tujuan
khusus
a.
Untuk
mengetahui pengartian penyakit filariasis
b.
Untuk
mengetahui transmisi penularan penyakit filariasis
c.
Untuk
mengetahui penyebab terjadinya penyakit filarisis
d.
Untuk
mengetahui cara pengendalian penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan
lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit filariasis
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis
adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup
dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit
ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki – laki.
Cacing
filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria
yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria Bancrofti, Brugia
Malayi, dan Brugia Timori ( Elmer R. Noble, 1989 ). Parasit filaria ditularkan
melalui gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus
hidup yang kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut mikrofilaria.
Pada
Wuchereria Bancrofti, mikrofilarianya berukuran ± 250µ, cacing betina dewasa
berukuran panjang 65 – 100 mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang ± 40
mm ( Juni Prianto L. A . dkk., 1999 ). Diujung daerah kepala membesar, mulutnya
berupa lubang sederhana tanpa bibir ( Oral stylet ), sedangkan pada Brugia
Malayi dan Brugia Timori, mikrofilnya berukuran ± 280µ. Cacing dewasa jantan
panjangnya 23 mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39 mm ( Juni Prianto L. A
. dkk., 1999 ). Mikrofilnya dilindungi oleh suatu selubung transparan yang
mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria sering terjadi pada malam hari
dibandingkan pada siang hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan
beredar di dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena
mikrofilaria memiliki granula – granula flouresen yang peka terhadap sinar
matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke
dalam kapiler – kapiler paru – paru. Ketika tidak ada sinar matahari,
mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria
ini akan muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah
terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun.
Hospes
cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia yang mengandung parasit dapat
menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki – laki lebih
mudah terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (
eksposure ). Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi
cacing filaria, misalnya Brugia Malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda
dan sapi.
Banyak
spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis
cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria Bancrofti yang
terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex Quinquefasciatus,
menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria
Bancrofti yang ada di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh berbagai macam
spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancroftiterutama
ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak
kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan
oleh Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup
pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia
uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia dives yang
berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah
Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles
barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat
perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles
barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat
pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya
ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
B. Gejala klinis penyakit filariasis
1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat
hilang bila beristirahat dan muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah
lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti
dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar
dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis)
yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early lymphodema). Gejala
klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah
dada, dan buah zakar tersebut.
C. Mekanisme penularan filariasis
Siklus
hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila
nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis,
sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam
tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh
nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada
(toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I.
Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan
seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi
lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III
ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut
(abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka
mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara
aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran
darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke
pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian
kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan
larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe,
sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan.
Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi
apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena
filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut
terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja
dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu
berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai
bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa mikrofilaria
itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif
tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke
pembuluh limfe.
Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah
tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari dia berada didalam kapiler
alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya
bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa
dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh
limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di
kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika
menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah
tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di
ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah,
cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing
berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di
dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit.
Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat
menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian
setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika
nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini.
D. Penyebab terjadinya penyakit
filariasis
Filariasis adalah penyakit menular (
Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini
melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan
dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan
banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan
penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi
infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar
pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi
proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya
menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang
pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis
dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan
lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema
pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe
serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi
jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai
penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total.
Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing
sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis
sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik
pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun
akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.
E. Usaha usaha penanganan penyakit filariasis
sebagai tenaga kesehatan lingkungan
1.
Melakukan penyuluhan tentang pengenalan
penyakit filariasis kepada masyarakat endemis penyakit ini.
2.
Yaitu dengan
menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya
menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk,
menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan
pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap
karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan
Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah
endemis.
3.
Memberantas
nyamuk yang dapat menularkan penyakit filariasis dengan cara 3M.
4.
Apabila
telah tertularkan penyakit filariasis dapat dilakukan pengobatan secara rutin
serta rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan
operasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Filariasis (
penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu
infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran
limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk.
2.
Gejala
klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran
tungkai, buah dada, dan skrotum.
3.
Mekanisme
penularan penyakit filariasis yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva
infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh
menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab
penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe,
tungkai, dan alat kelamin.
4.
Penyebab
terjadinya penyakit filarisis adalah
penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria
yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk
5.
Usaha-usaha
penanganan penyakit filariasis sebagai tenaga kesehatan lingkungan Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan
menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC
dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan
pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
B. Saran
Diharapkan pemerintah dan
masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat
membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban
keluarga, masyarakat dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI,Ditjen PPM & PL- Direktorat P2B2 Subdit
Filariasis & Schistosomiasis, 2002, Pedoman Pengobatan Massal
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis), Jakarta.
http://www.infopenyakit.com/2009/01/penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.html
(diakses pada kamis,11 Desember 2014)
http://www.resep.web.id/kesehatan/filariasis-penyakit-kaki-gajah.html
(diakses pada kamis,11 Desember 2014)
www.google.com/filariasis-pdf.com
(diakses pada kamis,11 Desember 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar