Jumat, 23 September 2016

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009

Mata Kuliah        : Promosi Kesehatan
Dosen                 : Sulasmi, SKM,.M.Kes

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR
KOTA MEDAN TAHUN 2009

                                                 Disusun
Oleh:
NURUL FAHMI         PO.71.4.221.13.2.038
IRHAM HASBI          PO.71.4.221.13.2.026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV
2016


                                    KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
              Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
tugas PROMOSI KESEHATAN dengan judul “Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009 ini dapat selesai dengan tepat waktu. Terwujudnya tugas ini, tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.   Ibu Sulasmi, SKM.,M.Kes selaku dosen pengampu pada mata kuliah promosi kesehatan yang telah memberikan ilmu  dan sumbangsinya dalam menyusun tugas ini.
2.   Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun spiritual.
3.   Teman-teman yang tercinta yang telah sabar untuk meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam menyusun makalah ini.
4.   Dan semua pihak yang telah membantu dalam  menyusun makalah ini.
Dalam tugas ini terdapat beberapa pembahasan materi mengenai Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009. Namun dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran  yang membangun diharapkan penulis dari semua pihak, agar kedepannya lebih baik lagi dalam menyusun tugas ini.  
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu  penulis terlebih kepada pembacanya.
Wasallam  

Makassar,    April  2016



Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI  ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................................. 1
B.    Tujuan ........................................................................................................... 5
C.   Manfaat ......................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 
A.    Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).................................................. 6
B.    Faktor yang mempengaruhi penularan DBD ............................................... 8
C.   Upaya pencegahan DBD............................................................................... 9
D.   Pemberantasan vektor ................................................................................. 11
E.    Prilaku  .......................................................................................................... 12
BAB II METODE PENELITIAN 
A.    Jenis penelitian .............................................................................................. 18
B.    Lokasi dan waktu penelitian........................................................................... 18
C.   Pemilihan informan penelitian ....................................................................... 18
D.   Metode pengumpulan data ........................................................................... 19
E.    Metode pengolahan dan analisis data ........................................................... 21
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 22
A.    Pengetahuan keluarga dalam pencegahan DBD ......................................... 22
B.    Sikap keluarga dalam pencegahan DBD...................................................... 23
C.   Tindakan keluarga dalam pencegahan DBD................................................ 23
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 29
B.    Saran ............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA


                                                                         BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Mengkaji perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), karena rantai penularan penyakit DBD mempunyai hubungan dengan perilaku bersih dan sehat yang belum terwujud di masyarakat. Keberhasilan pemutusan rantai penularan penyakit DBD sangat erat kaitannya dengan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk mau menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya.
Alasan yang melatarbelakangi pengkajian perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD salah satunya yaitu penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang, mengakibatkan kesakitan dan kematian, terutama pada anak-anak, dan juga dapat menjadi suatu wabah bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Soegijanto, 2006: 39). KLB artinya jumlah kasus sudah dua kali lipat atau lebih ditempat yang sama pada kurun waktu yang sama pada tahun dan bulan sebelumnya atau angka kematiannya lebih dari 1% (Depkes RI, 2005; Koban, 2005: 4).
Pencegahan berkembangnya nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD menjadi mutlak dilakukan karena vaksin yang efektif terhadap DBD sampai saat ini belum tersedia. Pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengurangi gejala sakit dan mengurangi risiko kematian. Penanggulangan DBD secara umum ditujukan kepada pemberantasan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektor) yaitu nyamuk Aedes aegypti, dengan memberantas sarang perkembangbiakannya yang  umumnya  ada  di air  bersih  yang  tergenang  di  permukaan  tanah  maupun  di tempat-tempat penampungan air (Soedarmo, 2005: 56).
Mengingat tempat hidup (habitat) nyamuk Aedes aegypti adalah pada tempat- tempat yang terdapat air bersih, maka orang yang menjaga kebersihan lingkungan masih mungkin terkena DBD. Oleh karena itu program pemberantasan DBD tidak cukup hanya dengan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi harus menghindari keberadaan jentik di tempat air yang bersih, misalnya menguras bak mandi setiap 1 minggu sekali. Hal ini dilakukan mengingat kehidupan nyamuk Aedes aegypti diketahui siklus hidupnya selama bertelur hingga menetas 10 sampai 14 hari. Dengan menguras bak mandi 1 minggu sekali tidak memberi kesempatan Aedes aegypti untuk bertelur sehingga dapat menghilangkan tempat perindukannya.
Menurut  WHO  antara  tahun  1975-1996  DBD  terdeteksi  keberadaannya   di wilayah Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, Pasifik Selatan dan Tengah serta Karibia (WHO, 1999: 1). Tetapi sekarang daerah endemik DBD banyak terdapat di Asia (Thailand, Filipina, Kamboja, Malaysia, Singapura, Cina), karena musim epidemik terjadi disaat musim hujan yang hampir setiap tahun terjadi.  Epidemik  artinya  keadaan  dimana  suatu  masalah  kesehatan      (umumnya penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekuensi (jumlah) yang meningkat (Soegijanto, 2006: 5).
Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk pada tahun 1998. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan a) perubahan iklim dan kelembapan nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk  dari daerah yang belum ditemukan atau jarang ditemukan infeksi virus Dengue ke daerah  endemis  penyakit  infeksi  virus  Dengue  atau  dari  pedesaan  ke  perkotaan; meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk Aedes aegypti di perkotaan terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2006: 25).  Akibat peningkatan kejadian penyakit DBD tersebut maka Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL) Departemen Kesehatan RI melakukan     penanggulangan     wabah   meliputi:
Penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal sifat- sifat penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah, 2) pemeriksaan, pengobatan,    perawatan,    dan    isolasi    penderita    termasuk    tindakan karantina, pencegahan dan pengobatan yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan kepada   mereka   yang   belum   sakit   tetapi   mempunyai   risiko   terkena penyakit, penyuluhan kepada masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).
Di Propinsi Sumatera Utara kasus DBD tiap tahun terjadi. Data tahun 2003- 2007 menunjukkan bahwa IR (Incidence Rate) 7,92-30,75 per 100.000 penduduk dan CFR (Case Fatality Rate) 0,91%-2,44%. Selama kurun waktu lima tahun tersebut terdapat beberapa Kabupaten/Kota (Medan, Deli Serdang, Binjai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungun) yang dinyatakan daerah endemis DBD di mana kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun ada penderita DBD (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008).
Penyebaran DBD yang cukup luas di Indonesia dan beberapa daerah Sumatera Utara termasuk Kota Medan, dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyebaran, seperti kondisi geografis atau ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan musim; juga kondisi demografis, seperti kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah (Soegijanto, 2006:11).
Penyebaran penyakit DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin mudah menulari lebih banyak manusia karena didukung oleh: 1) meningkatnya mobilitas penduduk karena semakin baiknya sarana transportasi di dalam kota maupun antar daerah, 2) kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk  keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air bersih belum mencukupi kebutuhan atau sumber yang terbatas dan letaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat menampung air  di  rumah  masing-masing  (karena  nyamuk  Aedes  aegypti  hidup  di dalam air bersih), 3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit yang masih kurang (Soedarmo, 2005: 16).
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh pemerintah terutama Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan memiliki program pencegahan   dan   penanggulangan   DBD,   seperti:   1)   pertolongan   pertama pada penderita DBD, dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit; 2) penyuluhan terus-menerus ke masyarakat; 3) fogging atau pengasapan pada rumah penderita DBD; 4) penaburan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air; 5) Pemberantasan Sarang  Nyamuk (PSN) dengan cara bergotong royong dan melibatkan masyarakat. Namun, upaya yang telah dilakukan tersebut sampai saat ini belum dapat merubah status beberapa daerah dari daerah endemis menjadi daerah non endemis (Dinkes Kota Medan, 2006).
Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangatlah diperlukan karena sangatlah mustahil dapat memutus rantai penularan jika masyarakat tidak terlibat sama sekali. Peran serta masyarakat ini dapat berwujud pelaksanaan kegiatan ë3Mí (menutup wadah-wadah penampungan air, mengubur atau membakar barang-barang bekas yang menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di tempat tampungan air) di sekitar rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya (Koban, 2005: 9).
Ketidakberhasilan pemberantasan DBD secara menyeluruh dapat terjadi dikarenakan tidak semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular DBD, pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila anggota masyarakat sampai ke lingkungan yang terkecil yaitu rumah tangga tidak mau melakukannya (Nadesul, 2004; Koban, 2005: 11).
Penelitian perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dilakukan   di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Kecamatan Medan Johor sebagai wilayah kerja Puskesmas Medan Johor merupakan salah satu wilayah di Kota Medan yang setiap tahun terjadi kasus DBD (merupakan salah satu kecamatan yang endemis DBD).
Dari data program surveilance penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor tahun 2007, diketahui jumlah kasus demam berdarah sebanyak 71 kasus yang tersebar di 3 kelurahan, yaitu di Kelurahan Kwala Bekala sebanyak 24 kasus (33,8%), Kelurahan Gedung Johor sebanyak 15 kasus (21,1%), serta Kelurahan Pangkalan Mashyur sebanyak 32 kasus (45,1%) (Laporan Kegiatan Puskesmas  Medan Johor, 2007). Hal ini menunjukkan tingginya kasus DBD untuk masing- masing kelurahan tersebut, padahal program pencegahan DBD telah dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang ada. Sampai dikembangkan sebuah metode promosi kesehatan yang bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam pemberantasan penyakit DBD di sekitar tempat tinggalnya (Laporan Kegiatan Puskesmas Medan Johor, 2007).
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).
Perilaku masyarakat sangat erat kaitannya dengan kualitas kegiatan pencegahan penyakit DBD. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang dapat mengeksplor perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD, terutama sekali di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor yang teridentifikasi sebagai wilayah endemik DBD Kota Medan.
B.  Tujuan
Untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan.
C.  Manfaat

1.          Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan untuk menyusun strategi pencegahan  dan  penanggulangan kasus penyakit DBD baik di desa/kelurahan endemis maupun di wilayah kerja secara keseluruhan.

2.          Bagi Puskesmas Medan Johor sebagai masukan untuk meningkatkan kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya menurunkan kasus penyakit DBD di masyarakat.

3.          Bagi masyarakat sebagai bahan informasi menambah pengetahuan tentang pencegahan penyakit DBD melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungan tempat tinggal.

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.  Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

1.   Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu,  gelisah,  nyeri  ulu  hati,  disertai  dengan  tanda-tanda  perdarahan  di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005: 8).

2.   Tanda-Tanda Penyakit DBD

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba). Kadang- kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005: 8).

Pembesaran    hati    (hepatomegali)    pada    umumnya    dapat     ditemukan di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit. Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo, 2005: 44).

3.   Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor  penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut  berperan  dalam   penularan.   Nyamuk   Aedes   aegypti   berkembangbiak  di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya (Soedarmo, 2005: 18).

Tempat perkembangbiakan utama  adalah  tempat-tempat  penyimpanan  air  di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005: 21).

Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a.       Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,  tangki air, tempayan, bak mandi/WC, ember dan lain-lain.
b.      Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c.       Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

4.   Penularan Penyakit DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005: 2).

Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7 hari (viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang  hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis), agar darah yang dihisap  tidak  membeku.  Bersama  air  liur  itulah  virus  Dengue  dipindahkan   dari nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2005: 2).


B.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD

1.   Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain:
a.   Sumber air yang digunakan
Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.
b.   Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik.
c.   Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Soegijanto, 2006: 247).

2.   Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007: 178) menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku (behaviour  causes)  dan  faktor  non  perilaku  (non  behaviour  causes).  Sedangkan  perilaku itu sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yakni:

a.  Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari seseorang.
b.  Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik.
c.      Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya keluarga dan teman sebaya.
Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.

C.  Upaya Pencegahan DBD

1.   Partisipasi Masyarakat
Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah (Soedarmo, 2005: 59).
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi  masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005: 124).
Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar memperoleh  hasil  yang  maksimal.  Selain  itu  peran  partisipasi  masyarakat   dapat ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006:7).

2.   Kebijakan Pemerintah

Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh  suatu keputusan (Koban, 2005: 9).

Adapun elemen tersebut antara lain adalah:
a.  Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan dan Pejabat Pemerintah).
b.  Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah, pemimpin terpilih).
c.   Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).
d.  Sasaran kebijakan (masyarakat).

D.  Pemberantasan Vektor

Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Menurut Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penularan DBD meliputi:

1.   Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo, 2005: 60).

Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi  penularan, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya agar populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo, 2005: 61).

2.   Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005: 14):

a.    Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang  digunakan 1 ppm atau 10 gr ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golonga insect growth regulator.
b.    Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah (Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula Bacillus Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator.
c.     Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll). Pengurasan   tempat-tempat  penampungan   air   perlu  dilakukan   secara  teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu.
Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan penularan penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada  masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005: 14).

E.  Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret) (Notoatmodjo, 2007: 139).

Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi),  dan  predisposisi   tindakan   (konasi)   seseorang  terhadap   suatu   aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan.

Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula (Azwar, 2003: 5, 9).

Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Azwar, 2003: 10).

Menurut ilmu sosiologi, perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai dengan batasan perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2007: 1).

Sementara itu ilmu antropologi menyatakan perilaku merupakan ganjaran dari perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai, sehingga ancaman dari penyakit tersebut memainkan peranan penting dalam masyarakat untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada. Dengan demikian perilaku yang menyimpang dari   pola-pola umum yang berlaku dalam hubungan antar pribadi, baik antara sesama manusia atau antara manusia dengan makhluk lain (Anderson, 2006: 54).

1.   Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007: 140), perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respons terhadap situasi di luar subjek. Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk operasional, yaitu:

a.   Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau rangsangan dari luar.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba). Secara umum sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sebagai berikut:
1)   Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya stimulus.
2)   Interest, mulai tertarik kepada stimulus.
3)   Evaluation, menimbang-nimbang/mengevaluasi baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.
4)   Trial, mencoba perilaku baru.
5)   Adoption,      telah    terjadi     perilaku     baru    sesuai    dengan    pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
b.   Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak sendiri perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2007: 144). Tingkatan sikap adalah:
1)   Receiving (Menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (object).
2)   Responding (Merespon), merespon/mengerjakan tugas yang diberikan.
3)   Valuing         (Menghargai),     mengajak    orang    lain     untuk     mengerjakan/ mendiskusikan sesuatu masalah.
4)   Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.
c.   Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
Menurut Notoatmodjo (2007: 145) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu:
1)   Perception (Persepsi), mengenal dan memilih berbagai object sehubungan dengan tindakan yang akan diambil Guided response (Respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
2)   Mechanism (Mekanisme), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
3)   Adoption (Adopsi), suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan.
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat (Notoatmodjo, 2007: 177).

2.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007: 139), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan, yaitu:

a.   Latar Belakang
Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.
b.   Kepercayaan dan Kesiapan Mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

c.   Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

d.   Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru  berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit kulit.

3.   Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru (innovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah, karena menyangkut suatu proses yang terjadi dalam diri individu itu sendiri   maupun dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.

Menurut Notoatmodjo (2007: 188), ada berbagai macam perubahan perilaku masyarakat, yaitu:

a.  Perubahan Alamiah (Natural Change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh kejadian yang alamiah.
b.  Perubahan Terencana (Plannied Change): Perubahan itu terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c.   Kesediaan untuk Berubah (Readdiness to Change): Sebahagian orang sangat  cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, tetapi sebahagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

4.   Perubahan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Jika menelaah dari ketiga faktor tersebut maka nampak proses perubahan perilaku sangat berhubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut:

a.  Kepercayaan terhadap kesehatan dengan dimensi pembentukan (determinant) adalah pengetahuan dan sikap. Kedua dimensi ini berkaitan erat dengan karakteristik demografis individu.
b.  Kemampuan mendapatkan informasi, kemudahan mendapatkan pelayanan serta ketersediaan alat dan bahan dalam melakukan pencegahan.
Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang tanda/ gejala,  cara  penularan  dan  pencegahan  penyakit  DBD  mempunyai  risiko terkena penyakit DBD. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan mengenai gejala/tanda, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit  DBD perlu mendapat perhatian utama agar masyarakat lebih berperan aktif  (Sarwono, 2007: 66).







BAB  III

METODE PENELITIAN

 

A.  Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan metode pendekatan fenomenologi yaitu suatu pendekatan untuk melihat bahwa kenyataan bukanlah seperti apa yang tampak, tetapi kenyataan ada di masing-masing kepala individu. Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan cara tertentu, serta pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda. Penggunaan pendekatan ini untuk dapat menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga, sesuai dengan sudut pandang keluarga, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga untuk berperilaku dalam upaya mencegah penyakit DBD.

B.  Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Kota Medan, yang meliputi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan Gedung Johor dan Kelurahan Pangkalan Mashyur. Namun, dari 3 kelurahan tersebut maka subjek penelitian lebih banyak diambil dari Kelurahan Pangkalan Mashyur. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan saya sangat memahami lokasi ini, sehingga akan memudahkan dalam melakukan wawancara dan pengamatan   terhadap  perilaku informan dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2009.

C.  Pemilihan Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan yaitu keluarga/rumah  tangga, meliputi ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal dalam satu keluarga yang  sudah atau belum pernah menderita DBD serta bersedia menjadi informan penelitian. Informan selanjutnya adalah kepala lingkungan atau petugas kesehatan yang terlibat secara langsung dalam program pencegahan penyakit DBD.

Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada sebanyak 6 (enam) keluarga yang diambil dari lingkungan yang berbeda di Kelurahan Pangkalan Mashyur. Penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang mendalam berkaitan dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak  memungkinkan untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak.

Dari keenam keluarga sebagai subjek penelitian ini, maka ada tiga keluarga yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita penyakit DBD, dan tiga keluarga lagi belum pernah anggota keluarganya menderita penyakit DBD. Namun, perbandingan yang sama untuk jumlah keluarga yang pernah menderita penyakit DBD dan tidak pernah menderita penyakit DBD, bukanlah sebagai upaya untuk membandingkan perilaku-perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit DBD, tetapi hanya untuk melihat gambaran perilaku-perilaku keluarga dalam pencegahan DBD.

D.  Metode Pengumpulan Data

Untuk data primer, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan tentang  perilaku keluarga terhadap pencegahan DBD dan pengamatan (observasi) pada keadaan/situasi rumah dan lingkungan sekitarnya. Wawancara dan pengamatan dilakukan langsung di lokasi tempat tinggal informan.

Pelaksanaan wawancara dilakukan beberapa kali agar data yang terkumpul dapat menggambarkan perilaku keluarga dan juga sebagai upaya untuk memastikan kebenaran dari keterangan-keterangan terdahulu yang sudah diberikan informan.

Uji keabsahan data dilakukan dengan tehnik triangulasi data. Saya akan memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan penyesuaian informasi terhadap materi catatan-catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian observasi, supaya dapat dipastikan bahwa jawaban yang diberikan sesuai dengan hasil pengamatan. Jika ada perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, saya akan menelusuri sumber perbedaan tersebut dan mengkonfirmasi perbedaan tersebut pada informan dan sumber-sumber lainnya. Atau, jika terjadi ketidaksesuaian informasi maka triangulasi data dilakukan dengan mewawancarai anggota keluarga yang lainnya, atau dengan metode pengamatan untuk memastikan tindakan informan dalam mencegah penyakit DBD.

Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis, ënote bookí dan kamera. Data hasil pengamatan dan wawancara umumnya langsung saya tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk ëfield noteí yang lebih rinci dan lengkap. Ada juga yang ditulis setelah berlalu sekian lama, sehingga sangat rentan terhadap kemungkinan untuk terlupakan. Alat perekam tidak saya gunakan dalam pengumpulan data, untuk menghindarkan kecemasan atau kecanggungan informan dalam memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

Informan yang sulit untuk dijumpai, sulit untuk diwawancarai dan tidak memberikan izin kepada saya untuk melihat beberapa bagian rumah, terutama bagian kamar tidur, merupakan kendala-kendala yang saya alami selama mengumpulkan data. Bahkan ada informan yang tidak mengizinkan saya melakukan dokumentasi untuk beberapa bagian rumahnya, sehingga ada juga data-data yang penggambarannya lebih baik dengan dokumentasi tidak dapat saya peroleh, Sehingga beberapa data tersebut sulit untuk dinarasikan ke dalam ëfield noteí.

Sedangkan data sekunder yaitu data geografis, kependudukan dan mata pencaharian diperoleh dari Puskesmas Medan Johor, Kantor Camat Medan Johor, ataupun kantor kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Johor.

Data yang pertama ingin saya telusuri adalah berkaitan dengan pengetahuan dan sikap informan dalam pencegahan penyakit DBD. Sedangkan data tindakan pencegahan penyakit DBD lebih banyak saya peroleh dengan metode pengamatan terhadap keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah.

E.  Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data untuk mengetahui perilaku masyarakat (pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di Puskesmas Medan Johor Kota Medan, dilakukan dengan cara menarasikan hasil wawancara mendalam dan hasil pengamatan ke dalam bentuk ëfield noteí atau catatan lapangan yang mudah dipahami  dan dimengerti.







      BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.  Pengetahuan Keluarga dalam Pencegahan DBD

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005: 50).
Hasil analisis data dari wawancara mendalam yang dilakukan pada informan menggambarkan pengetahuan dan sikap informan dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Pada dasarnya informan memiliki pengetahuan tentang cara pencegahan penyakit DBD dengan cukup baik, dan tahu bahwa gigitan nyamuk yang menjadi sumber penularan penyakit ini. Narasi ini menggambarkan pengetahuan dan sikap informan tentang penyebab dan gejala penyakit DBD, walaupun demikian jawaban yang diberikan bervariasi: Menurut Ibu Siska bahwa gejala-gejala dari penyakit DBD adalah panas pada tubuh yang tidak turun-turun selama 3-4 hari, kemudian adanya bintik-bintik merah pada tubuh. Penyebab ini semua adalah gigitan nyamuk, ìnyamuknya ini suka berpindah-pindah, menggigit orang di sini, lalu pindah ke  tempat lain dan menggigit orang lain lagi di tempat itu, begitulah seterusnya buî, katanya. Untuk mencegah penyakit ini maka perlu dijaga kebersihan rumah, membersihkan macam bak mandi, menguras jentik-jentiknya, menguras genangan air, dan mengubur barang-barang bekas. Lalu Ibu Diana mengatakan bahwa penyebab demam berdarah adalah gigitan nyamuk. Sumber nyamuk tersebut dari tumpukan- tumpukan barang dan batang-batang pisang yang ada pada semak-semak di sebelah rumahnya, atau kaleng-kaleng terbuka yang masih menyimpan air di dalamnya.
.

 

B.  Sikap Keluarga dalam Pencegahan DBD

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang ñ tidak senang, setuju ñ tidak setuju, baik ñ tidak baik, dan sebagainya). Menurut Campbell, 1950   dalam   Notoadmotjo,   2005:   52   mengatakan,   Ã®A individualí attitude   is syndrome  of  response  consistency  with  regard  to  objectî.  Dengan  pengertiannya bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, tetapi sikap belum tentu terwujud dalam tindakan.
Sikap ibu pada masing-masing keluarga ada yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga ada yang berbeda bahkan bertentangan dengan pengetahuannya. Seperti dengan Ibu Ina, di belakang pintu kamar ada banyak pakaian bekas pakai yang digantung beserta dengan tas-tas sekolah anak-anaknya.
C.  Tindakan Keluarga dalam Pencegahan DBD
Praktik atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas individu/orang dalam rangka memelihara kesehatan. Beberapa kegiatan yang dilakukan keluarga dalam mencegah  penyakit DBD, adalah:

1.   Membersihkan Rumah

Ada beberapa keluarga yang menganggap bahwa jika bak kamar mandi dikuras seminggu sekali nyamuk penyebab DBD sudah tidak ada di sekitar rumah mereka. Berdasarkan pengamatan pada salah satu keluarga, diketahui bahwa keluarga ini memang menguras bak kamar mandinya selalu, ini diketahui dengan tidak adanya endapan kotoran air pada dasar bak penampungan air di kamar mandi dan dinding juga tampak bersih.

2.   Membersihkan Lingkungan Sekitar Rumah

Menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah juga dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD. Namun kegiatan ini tidak mudah dilakukan karena membutuhkan kerjasama antara sesama warga suatu lingkungan. Hal ini dialami  oleh  Ibu  Diana.  Dia  merasa  kesulitan  membersihkan  lingkungan di sekitar rumahnya karena selokan di depan rumahnya juga digunakan warga lain untuk pembuangan limbah rumah tangga, sehingga dia merasa sia-sia jika dibersihkan, karena setelah dibersihkan akan kotor lagi oleh sampah-sampah dari rumah tetangga. Pelaksanaan  gotong  royong  sulit  untuk  dilakukan  karena  warga di lingkungan sekitarnya, dari siang hingga pagi hari jarang berada di rumah.

Tetapi untuk sampah-sampah di halaman rumah atau  sampah-sampah produksi rumah tangga, selalu diupayakannya untuk membersihkannya. Sampah- sampah produksi rumah tangga selalu dibuang ke tempat sampah yang ada di depan rumah, dan setiap hari diangkat oleh truk pengangkut sampah.

Tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan ibu Diah (istri Bapak Yusuf). Setiap sore dia selalu menyapu halaman rumahnya, dan membakar sampah-sampah yang  sudah  mengering.  Sedangkan  sampah-sampah  basah  dibiarkan,  jika    sudah kering baru dibakar. Tetapi untuk beberapa sampah yang laku dijual, seperti gelas minuman plastik atau botol-botol plastik dikumpulkan pada sebuah karung beras. Karung tersebut digantung di dinding belakang rumah. Benda-benda ini baru dijual jika sudah cukup banyak.

3.   Pemakaian Anti Nyamuk

Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan telah dilakukan oleh beberapa keluarga-keluarga ini, tetapi untuk menghindari gigitan nyamuk, ada juga keluarga- keluarga yang menggunakan pemakaian anti nyamuk. Penggunaan anti nyamuk ini berdasarkan pengalaman mereka atau pun pengalaman tetangga mereka. Walaupun keadaan rumah sudah dibersihkan, tetapi ada juga salah seorang anggota keluarga terkena penyakit DBD.

Begitu juga yang dilihat dan didengarnya dari tetangga. Ibu Siska merasa rumah tetangganya sudah cukup bersih, lingkungan rumahnya juga bersih, tetapi  salah seorang anak tetangganya ini juga pernah menderita DBD. Berdasarkan perbincangan mereka, perolehan gigitan nyamuk ini ketika si anak berada di sekolah.

Berdasarkan pengamatan maupun hasil analisis pada ìfield noteî, diketahui bahwa ada dua keluarga yang selalu menggunakan anti nyamuk. ìSelaluî yang dimaksud di sini adalah keluarga ini tidak pernah lupa menggunakannya setiap hari.

Ada beberapa jenis anti nyamuk, tetapi yang tertangkap oleh saya adalah pemakaian anti nyamuk lotion (dioleskan pada kulit) dan anti nyamuk listrik. Ada juga keluarga yang lain menggunakan anti nyamuk bakar dan anti nyamuk semprot, tetapi untuk kedua jenis anti nyamuk ini digunakan pada jam-jam tertentu saja.

a.   Anti Nyamuk Lotion
Secara umum informan yang saya wawancarai mengatakan salah satu upaya untuk mencegah keluarga dari gigitan nyamuk adalah dengan menggunakan anti nyamuk  lotion
b.   Anti Nyamuk Listrik
Tindakan yang dilakukan Bapak Yusuf untuk menghindari keluarganya dari gigitan nyamuk, selain menjaga kebersihan rumah, juga menggunakan anti nyamuk. Karena mempunyai anak kecil, jadi tidak menggunakan anti nyamuk bakar, karena asapnya merusak paru-paru anak-anak. Yang digunakan anti nyamuk listrik, ini pun digunakan jika hendak tidur saja yaitu sekitar jam 8 malam.
Untuk menghindari gigitan nyamuk pada pagi hari atau sore hari,  Bapak Yusuf tidak membiasakan anaknya menggunakan anti nyamuk lotion. Dia merasa ragu menggunakan anti nyamuk lotion, karena belum paham apakah punya efek samping terhadap kulit atau tidak.

4.   Pemakaian Kelambu

Persoalan pencegahan anggota keluarga dari gigitan nyamuk DBD memang berbeda-beda. Ibu Diana lain lagi yang dilakukannya agar anak-anaknya terhindar  dari gigitan nyamuk. Merasa tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya, terutama selokan, maka dia memasang kelambu untuk setiap kamar tidur. Bahkan, ketika anak-anaknya tidak mau tidur siang di kamar karena udara yang panas dan lebih memilih tidur di ruang tamu, Ibu Diana pun memasang kelambu. Menurut ibu Diana, tindakan yang dilakukannya sebenarnya cukup merepotkan, karena harus memasang dan menggulung kelambu setiap harinya, tetapi dia merasa tidak berdaya dan selalu khawatir salah satu nyamuk yang berada di sekitar rumahnya adalah nyamuk demam berdarah.

Dari pengamatan yang saya lakukan, memang di rumah Ibu Diana cukup banyak nyamuk, apalagi menjelang sore hari. Di beberapa titik ruangan rumah memang diletakkan anti nyamuk bakar, tetapi nyamuk-nyamuk tersebut seakan tidak perduli dan tetap saja beterbangan.

Selain persoalan selokan yang kurang bersih, karena ada beberapa sampah sehingga alirannya tidak begitu lancar. Di sebelah rumah Ibu Diana, ada tanah kosong yang becek (ada genangan air), beserta sampah-sampah plastik di sana-sini.

5.   Penyemprotan (Fogging)
Jika ada anggota masyarakat yang terkena DBD maka oleh  petugas puskesmas dilakukan penyemprotan. Pada dasarnya semua keluarga ini setuju dengan penyemprotan  yang  dilakukan  oleh  petugas  kesehatan. 
6.   Pemberian Bubuk Abate
Pencegahan DBD dengan menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air kurang dipahami oleh keluarga-keluarga ini. Keluarga-keluarga ini akan menaburkan abate di bak kamar mandi jika petugas kesehatan memberikannya. Jika tidak ada diberikan oleh petugas kesehatan, maka tidak ada usaha sama sekali untuk membeli sendiri.

7.   Pemakaian Kelambu

Persoalan pencegahan anggota keluarga dari gigitan nyamuk DBD memang berbeda-beda. Ibu Diana lain lagi yang dilakukannya agar anak-anaknya terhindar  dari gigitan nyamuk. Merasa tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya, terutama selokan, maka dia memasang kelambu untuk setiap kamar tidur. Bahkan, ketika anak-anaknya tidak mau tidur siang di kamar karena udara yang panas dan lebih memilih tidur di ruang tamu, Ibu Diana pun memasang kelambu. Menurut ibu Diana, tindakan yang dilakukannya sebenarnya cukup merepotkan, karena harus memasang dan menggulung kelambu setiap harinya, tetapi dia merasa tidak berdaya dan selalu khawatir salah satu nyamuk yang berada di sekitar rumahnya adalah nyamuk demam berdarah.
Dari pengamatan yang saya lakukan, memang di rumah Ibu Diana cukup banyak nyamuk, apalagi menjelang sore hari. Di beberapa titik ruangan rumah memang diletakkan anti nyamuk bakar, tetapi nyamuk-nyamuk tersebut seakan tidak perduli dan tetap saja beterbangan.
Selain persoalan selokan yang kurang bersih, karena ada beberapa sampah sehingga alirannya tidak begitu lancar. Di sebelah rumah Ibu Diana, ada tanah kosong yang becek (ada genangan air), beserta sampah-sampah plastik di sana-sini.
8.   Penyemprotan (Fogging)
Jika ada anggota masyarakat yang terkena DBD maka oleh  petugas puskesmas dilakukan penyemprotan. Pada dasarnya semua keluarga ini setuju dengan penyemprotan  yang  dilakukan  oleh  petugas  kesehatan. 
9.   Pemberian Bubuk Abate
Pencegahan DBD dengan menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air kurang dipahami oleh keluarga-keluarga ini. Keluarga-keluarga ini akan menaburkan abate di bak kamar mandi jika petugas kesehatan memberikannya. Jika tidak ada diberikan oleh petugas kesehatan, maka tidak ada usaha sama sekali untuk membeli sendiri.
10.   Pemantauan Jentik Berkala
Pemeriksaan jentik-jentik nyamuk dilakukan oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Untuk setiap lingkungan tempat tinggal ada seorang petugas Jumantik.  Ibu Diah yang lebih sering berada di rumah mengatakan bahwa sangatlah jarang Jumantik datang ke rumah-rumah. Paling akan datang ke rumah untuk memeriksa jentik-jentik  di  rumah  dan  sekitarnya,  jika  ada  kasus  DBD  yang  ditemukan       di lingkungan tersebut.
Untuk dapat memberantas penyakit demam berdarah maka tindakan yang dilakukan adalah memutuskan rantai penularan dengan melakukan pemberantasan pada vektor. Menurut Soedarmo (2005: 59), cara yang dapat digunakan yaitu:
a.          Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yang dapat dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik ialah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah: a) menggunakan anti nyamuk semprot/spray ; b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit; c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak ke dalam ruangan.
b.          Pemberantas vektor jangka panjang. Cara yang dapat dilakukan secara terus- menerus adalah membuang secara baik kaleng, botol, ban, dan semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang. Vas bunga satu minggu sekali ditukar airnya. Dinding bagian dalam bak mandi dan tempat penyimpanan air lainnya digosok secara teratur pada saat permukaan air rendah untuk menyingkirkan telur nyamuk. Sebelum mengisi kembali, tempat penyimpanan air sebaiknya dikosongkan terlebih dahulu untuk menyingkirkan larva.
c.           Apabila dana dan sarana terbatas, usaha pemberantasan vektor dapat dibantu dengan menggunakan bahan kimia.
Dua dari tiga cara di atas melibatkan peranan masyarakat sepenuhnya. Masalah peran serta masyarakat tidak terlepas dari perilaku individu-individu sebagai anggota masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, agar masyarakat mau berperilaku kesehatan maka perlu peningkatan pengetahuan tidak hanya sampai tahap tahu dan paham, tetapi mencapai tahap aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.


BAB V

PENUTUP

 

A.  Kesimpulan
Pengetahuan masyarakat mengenai penyebab dan cara pencegahan penyakit demam berdarah hanya mencapai tingkatan tahu dan paham, begitu juga dengan sikap masyarakat mencapai tingkatan menerima dan menanggapi. Pengetahuan belum mencapai tahap interest, evaluation, trial, adaption. Sikap belum mencapai tahap responding, valuing dan responsible dikarenakan informasi yang diperoleh masih belum jelas benar dan juga banyak faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang dimilikinya.
Faktor kebiasaan hidup sehari-hari, faktor tidak adanya dukungan dari suami dan anak-anak dan faktor tidak atau kurangnya sarana dan fasilitas yang mendukung terjadinya perilaku kesehatan, merupakan suatu hal yang menyebabkan tidak teraplikasinya pengetahuan dan sikap yang sudah positif ke dalam bentuk tindakan yang positif.
Dalam melakukan tindakan terhadap pencegahan penyakit demam berdarah, masyarakat juga melakukan dalam berbagai kegiatan. Yang paling utama dilakukan masyarakat adalah membersihkan rumah dan lingkungan sekitarnya dan pemakaian anti nyamuk. Kegiatan-kegiatan ini dianggap sudah membebaskan setiap anggota keluarga dari gigitan nyamuk Aedes aegypti. Jika ada salah satu anggota keluarga yang  menderita  demam  berdarah,  maka  penyemprotan/fogging  merupakan   suatu langkah penanggulangan yang cukup ampuh untuk mematikan nyamuk penyebab DBD. Dan semua kegiatan ini masih bergantung dengan keaktifan atau peran serta dari petugas kesehatan.
Agar masyarakat juga memiliki peran serta yang baik dalam pencegahan penyakit demam berdarah, seharusnya masyarakat memiliki pengetahuan yang mencapai tingkat analisis, aplikasi, sintesis dan evaluasi, dan sikap yang mencapai tahap menghargai dan bertanggungjawab sehingga dapat benar-benar paham dan mau melaksanakan upaya pemutusan rantai penularan penyakit demam berdarah.

B.  Saran

1.   Sebaiknya informasi tentang pencegahan penyakit demam berdarah yang disampaikan oleh petugas kesehatan, dipastikan benar-benar dipahami oleh keluarga dan masyarakat.
2.    Keterlibatan kader kesehatan, kepala lingkungan, PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lintas sektor lainnya perlu ditingkatkan agar dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD.

                                                    DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://eprints.undip.ac.id/20487/1/2475.pdf (diakses pada tanggal 7 April 2016 pukul 13:00 WITA)
Anonim,https://dewimaulidah.wordpress.com/category/karya-ilmiah-dbd/ (diakses pada tanggal 7 April 2016 pukul 13:00 WITA)
Anonim,http://city-selatiga.blogspot.co.id/2012/07/makalah-dbddemam berdarah .html (diakses pada tanggal 7 April 2016 pukul 13:00 WITA)
Anonim,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6936/1/09E01740.pdf (diakses  pada tanggal 7 April 2016 pukul 13:00 WITA)







































Penyakit Melalui Limbah Cair

1.      Penyakit Akibat Mikroorganisme Melalui Limbah Cair
  Air yang telah tercemar akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan karena mudah menjadi media berkembangnya berbagai macam penyakit.
Berikut ini berbagai jenis penyakit yang dapat ditimbulkan oleh limbah cair.
Jenis Mikroba
Penyakit
Gejala
VIRUS
Virus Hepatitis A



Virus Polio

Hepatitis A



Poliomyelitis

Demam, sakit kepala, sakit perut, kehilangan selera makan, pembengkakan hati sehingga tubuh menjadi kuning

Tenggorokan sakit, demam, diare, sakit pada tungkai dan punggung, kelumpuhan dan kemunduran fungsi otot
BAKTERI
Vibrio Cholerae



Escherichia coli
(strain patogen)


Salmonella typhi


Shigella dysentriae

Kolera



Diare



Tifus


Disentri

Diare yang sangat parah, muntah-muntah, kehilangan cairan sangat banyak sehingga menyebabkan kejang dan lemas.

Buang air besar berkali-kali dalam sehari, kotoran encer (mengandung banyak air), terkadang diikuti rasa mulas atau sakit perut.
Sakit kepala, demam, diare, muntah-muntah, peradangan dan pendarahan usus.
Infeksi usus besar, diare, kotoran mengandung lendir dan darah, sakit perut
PROTOZOA
Entamoeba histolytica

Balantidium coli

Giardia lamblia

Disentri amuba
Balantidiasis

Giardiasis

(sama seperti disentri oleh bakteri)

Peradangan usus, diare berdarah

Diare, sakit perut, terbentuk gas dalam perut, bersendawa, kelelahan
METAZOA
(Cacing Parasit)
Ascaris lumbricoides
(cacing gelang)

Taenia saginata
(cacing pita)

Schistosoma sp.
(cacing pipih)


Ascariasis


Taeniasis


schistosomiasis


Demam, sakit perut yang parah, malabsorbsi, muntah-muntah, kelelahan.

Gangguan pencernaan, rasa mual, kehilangan berat badan, rasa gatal di anus

Gangguan pada hati dan kantung kemih sehingga terdapat darah dalam urin, diare, tubuh lemas, sakit perut yang terjadi berulang-ulang.

2.      Penyakit Akibat Logam Berat Melalui Limbah Cair

a.      Kadnium (Cd)
Kadnium adalah logam berat yang banyak digunakan pada industri  pipa PVC, pembuatan karet, dan pabrik kaca. 
Logam Cd dapat terserap tubuh manusia dan akan terakumulasi atau terkumpul di organ-organ tubuh terutama di ginjal dan hati.  Hanya sebagian kecil dari logam ini yang dapat terbuang melalui pencernaan.
Keracunan kadnium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah, sehingga tekanan darah menjadi tinggi dan dapat menyebabkan gagal jantung.  Keracunan kadnium juga dapat mengakibatkan kerusakan pada organ ginjal dan hati, pelunakan tulang sehingga tulang-tulang punggung terasa nyeri.
b.      Kobalt (Co)
Logam kobalt banyak digunakan dalam industri sebagai bahan campuran untuk pembuatan mesin pesawat, magnt, alat pemotong atau penggiling, serta untuk pewarna kaca, keramik, dan cat.
Pada manusia, Co dibutuhkan sedikit dalam proses pembentukan sel darah merah dan diperoleh melalui vitamin B12.
Keracunan kobalt dapat terjadi apabila tubuh menerima kobalt dalam konsentrasi tinggi (150 ppm atau lebih). Kobalt dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia akan merusak kelenjar tiroid (gondok) sehingga penderita akan kekurangna hormaon yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut.  Kobalt juga dapat menyebabkan gagal jantung dan edema (pembengkakan jaringan akibat akumulasi cairan dalam sel).
c.       Merkuri (Hg)
Merkuri banyak digunakan dalam proses industri pembuatan klorin, juga terdapat pada baterai, cat, plastik, termometer, lampu tabung, kosmetik dan hasil pembakaran batu bara.
Logam merkuri sifatnya terakumulas dalam tubuh makhluk hidup.  Tubuh manusia menerima merkuri terutama dari konsumsi hewan-hewan air yang telah tercemar merkuri. 
Efek merkuri, pada wanita hamil dapat menyebabkan janin menjadi cacat mental.  Tubuh yang terpapar merkuri dalam jangka waktu lama dapat mengalami kerusaka ginjal, saraf dan jantung.  Pada konsentrasi rendah merkuri dapat menimbulkan sakit kepala, depresi, dan perubahan perilaku.
d.      Timbal (Pb)
Pencemaran air oleh logam Pb dapat berasal dari berbagai sumber, seperti rembesan dari sampah kaleng yang mengandung timbal, cat yang mengandung itimbal, bahan bakar bertimbal, pestisida, korosi pipa-pipa yang mengandung timbal. 
Logam timbal dengan konsentrasi > 15 mg/dl dalam darah berbahaya bagi kesehatan. 
1)       Pada wanita hamil keracunan Pb dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur dan kematian janin. 
2)      Pada anak-anak timbal dapat menyebabkan cacat mental dan gangguan fisik. 
3)      Pada orang dewasa keracunan timbal meningkatkan resiko terkena hipertensi (tekanan darah tinggi).
e.       Senyawa organik berklorin
Contoh senyawa organik berklorin adalah dikloro-difenil-trikloroetana (DDT), aldrin, heptaklor, dan klordan yang banyak digunakan sebagai pestisida. Selain pestisida, senyawa kimia industri juga ada yang merupakan senyawa organik berklorin, contohnya poliklorinasi bifenil (PCB) dan dioksin.
Senyawa organik berklorin sifatnya persisten di alam dan terakumulasi dalam tubuh.  Senyawa ini dapat menyebabkan kerusakan organ terutama hati dan ginjal, serta dapat menimbulkan kanker.
Beberapa senyawa organik berklorin , seperti DDT dan PCB dapat mengalami magnifikasi biologi saat memasuki rantai makanan.


Sumber     :  http://ratih-fauziah.blogspot.co.id/2015/10/penanganan-limbah-cair.html (di akses pada tggl 19 maret 2015 pukul 13.00 WITA)